Berapa
jam kemudian kami sampai di Mekkah. Bus berhenti tepat di depan hotel
berbintang. Subhanallah, akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di Mekkah. Kami
semuanya turun. Sejenak saya pandangi pemandangan sekitar. Mata saya
benar-benar terpana, dari tempat berdiri sebuah menara tinggi dengan arloji di
tengahnya tampak gagak terlihat.
“Inikah
kota Mekkah,” gumam saya sejanak karena kami harus masuk hotel terlebih dulu. Kemudian
kamu harus cek in. Segera kami mendapatkan kartu yang merupakan kunci kamar.
Setiap jemaah mendapatkan kunci tersendiri. Kami menempati kamar dengan
kelompok yang sama. Saya masih bersama dengan Bu Indah, dan putranya yang
bernama Faza serta Bu Nur, Jemaah dari Solo.
Rasa
kagum begitu masuk hotel. Di hotel yang mewah ini kami akan menginap beberapa
hari. Tampak di lobi, hiasan dinding bernuansa Islami makin terasa. Segera naik
dengan lift. Jemaah kami berada pada lantai 7. Bersama-sama kami laik
lift. Walaupun sebenarnya ada rasa
takut, tapi mau tidak mau harus berani. Saya hanya mengikuti yang lain kemudian
berusaha menghafalkan tata cara. Siapa tahu nanti saya harus sendiri
menggunakan lift. Dengan bismillah saya ikut saja. InsyaAllah aka nada jalan
jika ada kesulitan.
Satu
rombongan berbeda tingkat kamar. Suami menenmpati kamar pada lantai 5,
sedangkan saya lantai 7. Jadi Jemaah laki dan wanita disendirikan. Namun, jika
menghendaki satu kamar juga diperbolehkan dengan memberitahukan pada panitia
terlebih dulu.
Saya
bersama berjalan sambil mencari nomor kamar. Sebuah ruangan kosong untuk menuju
kamar. Lukisan bernuansa islami ada pada dinding. Petunjuk ruangan juga ada.
Tak lama saya dan rombongan menemukan kamar. Koper untuk empat orang sudah
persis di depan pintu masuk kamar. Salah satu dari kami membuka dengan kartu.
Kartu hampir mirip dengan kartu ATM. Kartu dimasukkan dalam tempat berlubang
tak lama kemudian pintu terbuka. Kami semua masuk hotel dengan tetap mematuhi
aturan yang sudah ditentukan untuk tidak memakai wewangian, parfum selama masih
memakai ihram. Kalau mau bersih diri yang diwajibkan tidak ada wewangian
“Asalamuallaikum,”
ucap kami bersamaan sambil menarik koper berwarna hitam.
Pemandangan
baru kami lihat. Kami bukan lagi di hotel Madinah tetapi di Mekkah. Tampaknya
hampir sama. Ketika masuk, sebelah kiri ada meja kecil dengan atasnya ada
beberapa buah serta minuman air mineral beberapa botol. Juga ada gelas dan
beberap sachet teh kemasan. Sebelahnya ada kulkas kecil. Segera saya letakkan
semua barang di lantai. Sedangkan jam
dan peralatan kecil saya letakkan di meja kecil. Saya memilih tempat tidur sebelah kanan. Mbak
Indah dan putranya di tengah, sedangkan Mbak Nur sebelah kiri. Sebelah dipan
ada lemari yang bisa kita letakkan baju-baju.
Tampat
tidur tertata rapi dengan ada selimut putih di atasnya. Pada tembok kiri ada
televisi lumayan besar. Namun, kali ini kami belum bisa untuk istirahat. Kami
harus segera turun ke bawah untuk bersama-sama menuju kabah untuk melaksanakan
umroh. Alhmadulillah cuaca Mekkah tak panas juga tidak dingin. Suatu anugrah
tersendiri cuaca benar-benar bersahabat.
“Ayo
mbak, kita turun,” ucapku pada teman-teman satu kamar.
“Ya,
buk,” serempak Mbak endah dan Bu Nur menyahut. Selanjutnya saya keluar kamar
hanya membawa tas kecil hitam yang nantinya bisa untuk memasukkan sandal. Selain
itu hanya HP dan minuman. tas kecil hitam ini diberikan biro dari awal. Tak
lupa saya membawa selempang kuning dan tentu saja kartu/ Id Card yang wajib
dibawa. Berempat kami turun ke bawah atau lobi lewat lift. Semua Jemaah sudah
berkumpul di bawah. Bapak-bapak masih memakai baju ihram. Sejenak saya mencari
suami. Kami hanya saling sapa sebentar kemudian berkumpul bersama Jemaah pria.
Kami
semua mengikuti arahan pembimbing. Selanjutnya kami keluar. kami diingatkan
untuk mengingat ciri hotel walaupun dalam kartu kamar tertera. Di depan hotel
ada jalan beraspal. Lalu lintas tak begitu ramai. Jalan ini memang bukan jalan
umum melainkan jalan yang berkaitan dengan Jemaah Umroh . Tampak lalu lalang
orang berihram amat ramai. Jemmah wanita sebagian besar memakai hitam atau
putih. Hampir tidak ditemukan orang memakai baju bebas.
Sebelah
kanan hotel banyak toko yang menjual aneka keperluan. Mulai keberluan
sehari-hari. Ada toko makanan cepat saji. Tampak pula toko kelontong dengan
jiligen kosong banyak dijual. Saya dan teman-teman untuk sementara tak
memedulikan itu. Kami berjalan ke arah Kabbah. Benar-benar bahagia rasanya
karena sebentar lagi kami akan sampai masjidil haram dan bisa melihat langsung
Kabbah. Bukan mimpi tapi nyata. Berulang kali mengucap syukur.
Kami
terus berjalan beriringan. Jalalan amat ramai di siang itu. Jemaah dari
berbagai negara ada terlihat dari wajahnya yang jelas bukan orang Indonesia.
Jika dari Indonesia akan kelihatan. Kami terus berjalan melewati toko-toko yang
agak besar. Kami selalu berpapasan Jemaah yang pulang dari Kabah.
Sesampai
di pintu masuk kami berhenti. Pak Ustad Anwar sudah menunggu. Kami pun
diperlihatkan pintu masuk dengan ciri-ciri tertentu. Ada gedung besar dengan
angak besar. Selanjutkan kami diarahkan masuk setelah tas diperiksa oleh
petugas. Kami terus memasuki area masjidil haram. Debar jantung ini ketika di
depan mata ada kabah.
“Subhanallah.
Alhamdulillah ya Allah, akhirnya saya bisa di rumahMu,” gumamku lirih. Kami
menuju ruang yang diarahkan Ustad Jupri untuk salat tahyiat masjid lalu
bersama-sama salat Dhuhur dan asar dengan jamak qosor. Karena setelah ini kami
akan melakukan berbagai agenda utama yaitu tawaf, Sai dan Tahalul.
Kami
salat tahyiad Masjid selanjutnya berjamaah salat Dhuhur dan Ashar. Usai salat
kami melakukan tawaf, Said an ahalul
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar