Senin, 27 Desember 2021

Mekkah Kota Suci (26)

 






Berapa jam kemudian kami sampai di Mekkah. Bus berhenti tepat di depan hotel berbintang. Subhanallah, akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di Mekkah. Kami semuanya turun. Sejenak saya pandangi pemandangan sekitar. Mata saya benar-benar terpana, dari tempat berdiri sebuah menara tinggi dengan arloji di tengahnya tampak gagak terlihat.

“Inikah kota Mekkah,” gumam saya sejanak karena kami harus masuk hotel terlebih dulu. Kemudian kamu harus cek in. Segera kami mendapatkan kartu yang merupakan kunci kamar. Setiap jemaah mendapatkan kunci tersendiri. Kami menempati kamar dengan kelompok yang sama. Saya masih bersama dengan Bu Indah, dan putranya yang bernama Faza serta Bu Nur, Jemaah dari Solo.

Rasa kagum begitu masuk hotel. Di hotel yang mewah ini kami akan menginap beberapa hari. Tampak di lobi, hiasan dinding bernuansa Islami makin terasa. Segera naik dengan lift. Jemaah kami berada pada lantai 7. Bersama-sama kami laik lift.  Walaupun sebenarnya ada rasa takut, tapi mau tidak mau harus berani. Saya hanya mengikuti yang lain kemudian berusaha menghafalkan tata cara. Siapa tahu nanti saya harus sendiri menggunakan lift. Dengan bismillah saya ikut saja. InsyaAllah aka nada jalan jika ada kesulitan.

Satu rombongan berbeda tingkat kamar. Suami menenmpati kamar pada lantai 5, sedangkan saya lantai 7. Jadi Jemaah laki dan wanita disendirikan. Namun, jika menghendaki satu kamar juga diperbolehkan dengan memberitahukan pada panitia terlebih dulu.

Saya bersama berjalan sambil mencari nomor kamar. Sebuah ruangan kosong untuk menuju kamar. Lukisan bernuansa islami ada pada dinding. Petunjuk ruangan juga ada. Tak lama saya dan rombongan menemukan kamar. Koper untuk empat orang sudah persis di depan pintu masuk kamar. Salah satu dari kami membuka dengan kartu. Kartu hampir mirip dengan kartu ATM. Kartu dimasukkan dalam tempat berlubang tak lama kemudian pintu terbuka. Kami semua masuk hotel dengan tetap mematuhi aturan yang sudah ditentukan untuk tidak memakai wewangian, parfum selama masih memakai ihram. Kalau mau bersih diri yang diwajibkan tidak ada wewangian

“Asalamuallaikum,” ucap kami bersamaan sambil menarik koper berwarna hitam.

Pemandangan baru kami lihat. Kami bukan lagi di hotel Madinah tetapi di Mekkah. Tampaknya hampir sama. Ketika masuk, sebelah kiri ada meja kecil dengan atasnya ada beberapa buah serta minuman air mineral beberapa botol. Juga ada gelas dan beberap sachet teh kemasan. Sebelahnya ada kulkas kecil. Segera saya letakkan semua barang  di lantai. Sedangkan jam dan peralatan kecil saya letakkan di meja kecil.  Saya memilih tempat tidur sebelah kanan. Mbak Indah dan putranya di tengah, sedangkan Mbak Nur sebelah kiri. Sebelah dipan ada lemari yang bisa kita letakkan baju-baju.

Tampat tidur tertata rapi dengan ada selimut putih di atasnya. Pada tembok kiri ada televisi lumayan besar. Namun, kali ini kami belum bisa untuk istirahat. Kami harus segera turun ke bawah untuk bersama-sama menuju kabah untuk melaksanakan umroh. Alhmadulillah cuaca Mekkah tak panas juga tidak dingin. Suatu anugrah tersendiri cuaca benar-benar bersahabat.

“Ayo mbak, kita turun,” ucapku pada teman-teman satu kamar.

“Ya, buk,” serempak Mbak endah dan Bu Nur menyahut. Selanjutnya saya keluar kamar hanya membawa tas kecil hitam yang nantinya bisa untuk memasukkan sandal. Selain itu hanya HP dan minuman. tas kecil hitam ini diberikan biro dari awal. Tak lupa saya membawa selempang kuning dan tentu saja kartu/ Id Card yang wajib dibawa. Berempat kami turun ke bawah atau lobi lewat lift. Semua Jemaah sudah berkumpul di bawah. Bapak-bapak masih memakai baju ihram. Sejenak saya mencari suami. Kami hanya saling sapa sebentar kemudian berkumpul bersama Jemaah pria.

Kami semua mengikuti arahan pembimbing. Selanjutnya kami keluar. kami diingatkan untuk mengingat ciri hotel walaupun dalam kartu kamar tertera. Di depan hotel ada jalan beraspal. Lalu lintas tak begitu ramai. Jalan ini memang bukan jalan umum melainkan jalan yang berkaitan dengan Jemaah Umroh . Tampak lalu lalang orang berihram amat ramai. Jemmah wanita sebagian besar memakai hitam atau putih. Hampir tidak ditemukan orang memakai baju bebas.

Sebelah kanan hotel banyak toko yang menjual aneka keperluan. Mulai keberluan sehari-hari. Ada toko makanan cepat saji. Tampak pula toko kelontong dengan jiligen kosong banyak dijual. Saya dan teman-teman untuk sementara tak memedulikan itu. Kami berjalan ke arah Kabbah. Benar-benar bahagia rasanya karena sebentar lagi kami akan sampai masjidil haram dan bisa melihat langsung Kabbah. Bukan mimpi tapi nyata. Berulang kali mengucap syukur.

Kami terus berjalan beriringan. Jalalan amat ramai di siang itu. Jemaah dari berbagai negara ada terlihat dari wajahnya yang jelas bukan orang Indonesia. Jika dari Indonesia akan kelihatan. Kami terus berjalan melewati toko-toko yang agak besar. Kami selalu berpapasan Jemaah yang pulang dari Kabah.

Sesampai di pintu masuk kami berhenti. Pak Ustad Anwar sudah menunggu. Kami pun diperlihatkan pintu masuk dengan ciri-ciri tertentu. Ada gedung besar dengan angak besar. Selanjutkan kami diarahkan masuk setelah tas diperiksa oleh petugas. Kami terus memasuki area masjidil haram. Debar jantung ini ketika di depan mata ada kabah.

“Subhanallah. Alhamdulillah ya Allah, akhirnya saya bisa di rumahMu,” gumamku lirih. Kami menuju ruang yang diarahkan Ustad Jupri untuk salat tahyiat masjid lalu bersama-sama salat Dhuhur dan asar dengan jamak qosor. Karena setelah ini kami akan melakukan berbagai agenda utama yaitu tawaf, Sai dan Tahalul.

Kami salat tahyiad Masjid selanjutnya berjamaah salat Dhuhur dan Ashar. Usai salat kami melakukan tawaf, Said an ahalul

.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar