Rabu, 26 April 2017

Serunya Peringatan Hari Kartini di SMPN 2 Banyubiru

Peringatan hari Kartini tahun ini sepertinya telah menggema dibanding tahun-tahun sebelumnya. Lebih greng dan lebih heboh. Apa benar? Berbagai Medsos terlihat banyak sekali terpampang penampilan para siswa atau para warga yang sangat cantik dan ganteng dengan kebayanya dan blangkonnya. Salon kecantikan ramai, pasar pun juga lebih ramai, ya borong kebaya, blangkon dll. Mungkin ini moment penting dalam hidupnya. Bisa jadi sejarah kalau besar nanti. atau jadi kenangan nantinya. Pokoknya apa deh…apalagi sekarang berfotoria sangat mudah kita lakukan.
Para siswa mengikuti upacara hari Kartini
Bapak dan Ibu Guru tak mau ketinggalan berpakaian adat. 
Apakah peringatan hari Kartini hanya bisa diperingati dengan unjuk penampilan sudah cukup. Sudahkah kita sudah memaknai peringatan hari Kartini? Sebagai generasi penerus saatnya kita peringati dengan hal-hal yang dapat meneladani nilai-nilai luhur Kartini, mengenang perjuangan Kartini sehingga wanita jangan dipandang sebelah mata. Wanita harus bisa menjadi pewaris yang perpendidikan, bermartabat dan harus tangguh menghadapi tantangan zaman.
Nah…saya mau berceritanya serunya peringatan kartinian di sekolah tempat saya  mengabdikan diri sebagai pengajar di SMPN2 Banyubiru. Mau tahu? Yuk lanjut!
Peringatan hari Kartini kali ini bertepatan hari Jumat sehingga acara dikemas singkat namun bermakna. Jauh-jauh hari Pembina OSIS Ibu Nur Mualifah, S.Pd. sudah mengumumkan kegiatan ini dengan mewajibkan siswa memakai pakaian adat. Mau tak mau semua siswa mempersiapkan diri berupaya beli baju baru atau pesan ke salon/ perias agar tidak tidak kedahuluan teman lain.
Ketika saya sampai sekolah pukul 07.00 suasana sekolah sudah ramai. Penampilan para siswa semua berbeda jauh dengan keseharian. Saya pun jadi pangling. Yang cewek semuanya berdandan indah. Dengan baju gemerlap ditambah make up jreng mejadikan semua siswa tampah wooo. Yang cowok pun begitu mereka memakai blangkon, beskap, ada juga yang berpakaian basofi. Oh ya tak ketinggan para guru juga tak mau kalah. Ibu-ibu guru berkebaya dan bapak-bapak guru  tak kalah dengan murid untuk memakai pakaian basofi, lurik. Wah  keren deh!
Tepat pukul 07.30 Peringatan Hari Kartini dimulai upacara bendera dengan petugas semua siswa perempuan. Kepala Sekolah pun memberi sambutan agar kita mewarisi nilai-nilai perjuangan Kartini. Upacara pun diakhiri dengan pemberian hadiah kegiatan bulan lalu, yaitu lomba senam, lomba literasi saat rekreasi di Pereng Kuning. Dan yang mengharukan adalah saat penyerahan piala dari pemenang lomba OSN IPA tingkat Kabupaten atas nama Kinasih Wijayanti kelas 8D sebagai juara 3 tingkat Kabupaten kepada sekolah. Dan juga pemberian penghargaan pada siswa atas nama Safril Ferdi Mualana kelas 8 B yang mendapat juara 6 OSN Matematika tingkat kabupaten. Selamat ya Nak… tingkatkan terus prestasimu!
Pak Dony berpose dengan para juara lomba senam.
                  
Para juara menulis menerima hadiah. Duh ...senangnya

Inilah Juara III OSN IPA Kinasih. kecil tapi cabe rawit. Multi Talenta. 
Acara pun berlanjut dengan pemilihan Mbak dan Mas Gridaba. Gridaba adalah sebutan untuk Negeri dua Banyubiru. Diawali perwakilan dari masing-masing kelas satu putri dan satu putra untuk tampil di tempat yang telah disediakan. Berlenggak-lenggok layaknya paragawati. Lucu juga saat mereka berjalan. Eh ada yang jaritnya terbalik, ada yang seperti pak penghulu eh ada juga yang pede banget sehingga berjalannya bagus. Namun yang dinilai bukan lenggok- lenggok doang lho sobat. Mereka juga mengikuti sesi wawancara seputar Kartini. Ya kita bukan nguji penampilan saja. Intelektual juga jadi syarat  terpilihnya Mbak dan Mas Gridaba. Oh ya ada satu lagi mereka calon Mbak dan Mas harus menampilkan telenta yang dimiliki. Nah… yang ini bikin para siswa yang berada di depan panggung tertawa terbahak-bahak. Seorang calon Mbak dan Mas menampilkan Stand Up Comedi. Ya lumayan juga bahas tentang kapas. Anak pun dibuat tawa sejenak. Kemudian yang membuat penonton sedikit kecewa saat anak menampilkan talenta yaitu baca pantun. Eh.. pantunnya satu bait saja. Kontan saja para yuri bilang buah duku buah kedongdong mau lagi dong… akhirnya si calon Mas tadi mikir buat pantun lagi.
Para peserta Mbak Gridaba bergaya
Para peserta Mas Gridaba bergaya. 
Kemudian yang membuat saya tertawa lagi saat siswa calon Mas menampilkan talenta berpidato. Eh… baru saja sampai pada pembukaan tahu-tahu wasalam. Lho sudah selesai. Ia pun cengir-cengir keluar panggung. Namun kelucuan itu diimbangi penampilan lain yang cukup memukau. Namanya Chanif kelas 8D. Dengan pakaian lurik berblangkon anak ini menampilkan gerakan lucu sambil meneyesuaikan lagu yang diputar di laptop. Wah gerakannya lumayan nih. Para siswa pun ikut bergerak ala dia.
Nah ada yang lebih memukau saat salah satu peserta menyanyikan lagu asing kalau gak salah lagu Arab. Wo keren lagu yang berjudul Kun Anta dinyanyikan dengan apik, lancar plus gayanya oke layaknya penyanyi asli. Dia sangat pede sekali. Saya terpukau dengan penampilan yang tak lain adalah pemenang OSN IPA tadi. Sampai-sampai saya menatap lekat-lekat karena dia hafal semua liriknya. Para siswa dan guru pun kagum penampilan yang memang genius ini. Hadiah tepuk tangan pun menambah suasana makin seru. Ada lagi yang membuat saya kagum saat siswa yang bernama Ayu Novitawati kelas 8 C. Anak ini menyanyikan lagu Bengawan Solo dengan apik. Ya ternyata ada juga anak yang bisa menyanyikan lagu lama tersebut.
Makin siang suasana makin heboh karena sambil menunggu pengumuman pemenang Mas dan Mbak Gridaba adalah acara santai. Para siswa yang bukan peserta boleh menampilkan apa saja. Nah depan panggung pun seolah bergetar. Semua larut unjuk kebolehan dua anak yang menari dengan gerakan-gerakan lincah sambil diringi lagu yang memang pas untuk goyang. Jadilah siswa lain ikut goyang.

Paserta Mas Gridaba uji talenta. Stand Up Comedi

Peserta Mbak Gridaba uji talenta, Bernyanyi

Peserta Mas Gridaba uji telenta. Bergoyang ria. 


Acara santai sambil menunggu Pemilihan Mas dan Mbak Gridaba 

                    Pemilihan Mbak dan Mas pun akhirnya diumumkan. Akhirnya Kinasih Wijayanti kelas 8 D dan Moh. David kelas 7 C dinobatkan sebagai Mas dan Mbak Gridaba. Sebuah selempang pun disamirkan pada mereka. Selamat ya semoga kalian menjadi generasi penerus Kartini yang berkualitas menjunjung nama bangsa dan negara serta agama. Alhamdulliah acara berjalan lancar dan berakhir pukul 11.15



Inilah Pemenang Mbak dan Mas Gridaba berpose dengan Kepala Sekolah Ibu Sri Mulyati, S.Pd. 
Oh ya ternyata wujud peringatan hari Kartini berlanjut hari Sabtu. Yaitu kegiatan literasi dalam rangka hari Kartini. Sebenarnya sih acara itu diagendakan hari Jumat. Namun, terkendala waktu. Alhamdulilah kegiatan literasi didukung oleh Ibu Sri Mulyati, S.Pd selaku kepala sekolah dan semua guru. Pada jam terakhir pembelajaran para siswa menulis surat yang ditujukan pada kaum Ibu. Mereka bisa memilih surat untuk ibu, ibu guru, ibu kartini atau calon Kartini-kartini penerus bangsa. Tak diduga tulisan mereka sangat indah. Saya sampai terharu mengeja kata demi kata tulisan mereka. Kaulah calon Kartini-kartini sejati.
Selamat hari Kartini. Gridaba yes!
Ambarawa, 22 April 2017

Minggu, 16 April 2017

Tunggu Aku Di Sini ( Cerpen)


Gambar diambil dari www.geraldirizki

Sudah hampir setengah jam Rara duduk sendiri di bangku panjang pojok terminal Ambarawa. Dingin. Hujan yang mengguyur siang itu tak menyurutkannya untuk bertemu dengan teman barunya. Ya Rara siswa baru kelas 1 SMA itu harus menemui Ridho, cowok   ganteng yang terkenal dengan sebutan cowok bandel. Ridho menjanjikan meminjamkan novel yang akan dijadikan tugas untuk membuat resensi. Sebenarnya banyak temannya yang menasihati agar ia tak dekat-dekat dengan Ridho. Namun semuan ocean temannya tak masuk di hati. Baginya asal kita berbuat baik, temannya juga baik.
Berkali- kali ia buka HP-nya, tak ada kotak masuk apa pun. Berkali-kali pula ia menghubunginya, tetapi tak juga diangkat panggilannya. Ia jengah. Bosan. Ia tengok kanan kiri juga tak ada orang yang menemuinya. Entah sudah berapa kali ia menghitung bus keluar masuk  terminal. Koran yang ia beli sudah lusuh karena dibolak balik  Bibirnya kering. Bau gorengan dari warung dekatnya telah  menusuk hidungnya dengan aroma menggoda. Membuat  perut gadis berwajah imut itu berdendang.
Hatinya mulai teracuni dengan ocean temannya tempo hari. Huh bengsek. Gumamnya sambil melangkah gontai tinggalkan terminal. Wajahnya berlipat. Disaruk-saruklah batu sebesar kelereng di depannya. Kesal. Cowok zaman sekarang memang gak ada yang dipercaya.
Gerimis tiba-tiba datang. Koran baru ia tudungkan di atas kepalanya. Beberapa langkah sampailah ia di depan gedung bercat kuning. Banyak orang yang berteduh di situ. Awan hitam tebal menggantung di langit. Sebentar kemudian hujan deras pun datang. Rara kedinginan berdiri di antara orang yang juga berteduh. Ia kibaskan koran yang agak basah lalu ia buka koran itu. Dan saat dibuka, tiba-tiba ada cowok yang ikut nimbrung membaca koran yang  dipegangnya.
Koran baru ya Mbak? Deg Rara menoleh ke suara di belakangnya.
Mbak ... ditanya kok diam saja?”
Eh… iya, mau pinjam ya?” jawab Rara sekenanya sambil melirik cowok yang lumayan ganteng.
Enggak kok, aku sudah baca  tadi di dalam,” tangan cowok berambut cepak itu menunjuk ke belakang.
Di dalam?” Rara menoleh gedung belakangnya melihat papan nama yang terpampang jelas di dinding atas. “Perpustakaan?” tanyanya dalam hati. Hatinya berbunga karena dari dulu saat masih tinggal di Klaten ia selalu pergi ke perpustaan daerah. Namun, beberapa bulan tinggal di Ambarawa belum tahu jika ada perpustakaan, yang merupakan tempat hiburan bagi dia.
Yuk masuk saja, nanti Mbak dapat pinjam buku atau baca koran baru. Koran yang basah dibuang saja atau letakkan di sini nanti biar kering sendiri,” ajak cowok berkaus gambar bola.
“Eh iya,” katanya gugup. Kebetulan ia akan mencari novel untuk bahan tugas membuat resensi Akhirnya Rara dan cowok tadi masuk ruang. Setelah menulis data pengunjung mereka masuk beriringan masuk ke perpustakaan yang pengunjungnya lumayan banyak.
Senyum tersungging di bibir gadis kelas 1 SMA itu, benar-benar kejatuhan bintang. Impiannya untuk bergelut dengan buku kembali terisi setelah vakum beberapa bulan. Hem kalau tahu dari dulu ia tak usah repot- repot minjam pada temannya itu.
“Hem,  cowok brengsek !!”
“ Siapa yang brengsek, Mbak?”
Ah enggak kok… .” Rara tersipu, tak diduga ucapannya terdengar oleh cowok yang baru dikenalnya itu sambil melirik Rara. Hati Rara terkesiap sejenak melirik pemuda yang teduh, sopan itu.
Yuk ... carikan aku novel ya? Rara mengalihkan pembicaraan. Akhirnya mereka berdua dengan mudah menemukan novel karena berpuluh-puluh novel tertata rapi di rak paling depan. Mereka  lalu duduk sebangku di sudut perpustakaan.
Eh maaf kita belum kenalan, namaku Tommy dan kamu?” cowok itu mengulurkan tangannya.
Aku Rara…,”
Kamu… ,“ Mereka berbarengan ngomong sehingga keduanya malah diam semua. Akhirnya Rara  mengawali berbicara “Kamu sering pergi ke sini ya?”
Ya, tiap hari Sabtu Insya Allah aku ke sini untuk membaca koran dan buku lain tuk  referensi tulisanku.”
Oh jadi Mas Tommy  ini penulis, ya?
Ah gak juga cuma senang nulis saja,”
Iya tuh  namanya juga penulis,”
Walau baru sebentar mereka kenalan, tampak keakraban sudah terlihat. Rara tak sungkan-sungkan bertanya tentang resensi. Tommy pun mengajarinya secara singkat. Pembicaraan menjadi hangat. Ternyata mereka mempunyai hoby yang sama yaitu membaca. Rara benar-benar bersyukur dapat ilmu yang banyak dari teman barunya. Tak terasa perpustakkan sudah hampir tutup. Mereka memutuskan pulang. Beriringan mereka keluar setelah meminjam dua novel dengan menggunakan kartu teman barunya karena ia sendiri belum punya kartu. Mereka pun berpisah.
Kutunggu besuk Sabtu siang di sini ya,” Tommy melambaikan tangan. Rara mengangguk dengan senyum mengembang. Sesaat Riri ingat akan Ridho. Dibukanya HP. Ternyata tak juga SMS masuk atau penggilan dari Ridho. Rara sekarang jadi yakin jika cowok itu benar tak bisa dipercaya.
***
Ridho masih berdiri mematung di depan Gedung Pemuda Ambarawa setelah beberapa jam menunggu Rara. Di samping warung bakso ia mendekap dua novel. Pandangannya tak lepas pada gedung di seberang jalan. Ia tadi melihat Rara masuk perpustakaan. Sebenarnya bisa saja ia menyusul tapi tidak mungkin dengan baju basah masuk ruang perpustakaan.
“Ridho ... kau di sini, kenapa, tahukah, aku nunggu hampir pingsan  tahu, sudahlah aku tahu siapa dirimu kau memang brengsek,” tanpa bertanya Rara menceracau tanpa jeda. Ia kehilangan kendali. Tak peduli banyak orang menatapnya dengan penuh tanda tanya.
“Rara ... tunggu, dengarkan penjelasanku, ini buku pesananmu sudah kubawakan. Dan aku sudah dua jam menunggu di sini, maafkan aku karena ....”
“Sudahlah jangan banyak alasan, simpan baik-baik novelmu itu, aku sudah dapat novel yang kalah lebih bagus dari novelmu yang dekil dan kotor itu.” sanggah Rara sambil pergi tinggalkan Ridho.
Kata-kata Rara menohoknya, membuatnya hatinya tercabik-cabik. Ridho pun pulang dengan sejuta luka merambat memenuhi hatinya yang kian berat. Ia jadi ingat kata-kata ibunya bahwa kesabaran akan membawa kedewasaan diri. Ia letakkan novelnya, bergegas menemui Ibunya yang terbaring sakit. Berkali-kali ibunya dibujuk untuk dibawa ke rumah sakit namun tak juga mau karena biaya.
Esok harinya, Ridho tidak masuk sekolah karena ia harus mengantar ibunya ke rumah sakit karena pagi setelah salat subuh ibunya pingsan. Ia pun SMS pada Budi, teman sebangkunya untuk menyampaikan pada wali kelasnya agar mengizinkannya sekaligus untuk menyampaikan kata maaf pada Rara.
Rara pun jadi menjadi merasa bersalah setelah diberitahu Budi perihal keterlambatan Ridho menemuinya kemarin. Sepulang sekolah ia bergegas menemui Ridho di rumah sakit. Betapa kagetnya  setelah ia sampai di rumah sakit, Ridho dan Tommy sedang bercakap-cakap akrab sambil membawa novel pinjaman dari perpustakaan.
“Ridho ... maafkan saya. Mana novelnya kemarin, yuk besuk kita sama-sama ke perpustakaan ya?” ucap Rara sambil menerima novel dari Ridho.

Selesai

baca juga: Kiat Hadapi Ujian Nasional