Sabtu, 28 Oktober 2023

Saat Zeline Berusia Sepuluh Bulan


Zeline, usiamu kini sudah sepuluh bulan pada tanggal 20 Oktober lalu. Alhamdulillah kau kini semakin banyak gerak saja. Gak mau anteng.

Pagi ini kau bersama Ayahmu karena Uti harus ikut senam dan jalan sehat bersama para lansia di Kaliputih. Namun, siangnya kau bersama Uti lagi setelah kau tidur pagi. 

Kau mulai manja jika kau di dekat Uti. Inginnya digendong dan jalan-jalan. Kau pun Uti ajak ke tukang sayur yang mangkal di rumah tetangga. Kau tampak gembira dalam gendongan Uti. Kau tertawa dengan memperlihatkan gigimu yang sudah ada enam. 

Tujuan  Uti ngajak belanja biar kenal orang. Gak takut seperti kemarin ketika kau akan dipijat oleh Mbah Salbi. Zeline, kenapa kau berubah cemberut saat bertemu orang yang pertama kali memandikanmu saat usiamu dua hari. Setiap hari Mbah Salbi ke rumah untuk pijat Bundamu dan kamu. Harusnya kau kenal kan. Namun, kenapa kau menangis saat bertemu dan dipijat. 

Hari ini kau bertemu ibu-ibu tetangga di tukang sayur. Ekspresimu biasa saja. Tak takut. Syukurlah kau diam ketika Bu Heny menggendongmu. 

Beberapa hari ini kau mulai mau makan walaupun tidak sebanyak biasanya. Yang paling  kau suka jika  kau makan buah-buahan. Langsung kau buka mulutmu jika diberi buah. Namun, jika diberi nasi kau langsung teriak sebagai tanda penolakan sambil membelot sana sini. 

Kau suka buah mangga, jeruk dan buah naga. Jika makan jeruk kau sesap sampai airnya habis. Jika berhenti memberimu kau pun langsung merengek minta lagi. 

Saat siang tadi kau pun diberi buah naga. Bibirmu sampai merah merona. Karena makanmu kurang lahap, ayahmu mencampurkan buah naga dengan nasi tim yang dibuat Bundamu. Eh kau tahu juga jika buah naga dicampur nasi. Ternyata lidahmu hafal juga dengan jenis makanan. Jika Uti makan sesuatu kau melihat Uti seolah ingin minta. Lantas dicoba didekatkan jajanan Uti ke mulutmu kau pun mau. Itu artinya kau sebenarnya bukan tak mau makan tetapi kau bisa membedakan mana yang enak dan tidak. 

Zeline, gerakmu makin lincah saja. Kau tak mau berhenti duduk manis di karpet. Kini kau akan merangkak menuju ke segala arah. Kau tidak lagi merayap. Jika  dibiarkan kau merangkak sampai jauh. Kau pun akan berhenti dan duduk dengan sendirinya. 

Nah, ini yang kini jadi perhatian Uti, Akung dan Ayahmu. Saat merangkak, kau mulai terampil menjumput sesuatu benda kecil yang ada di dekatmu. Tak menunggu lama kau masukkan benda tersebut ke mulut. Seperti tadi, tak sengaja Uti lihat kau memasukkan benda kecil di mulutmu. Sesaat Uti bingung. Ayahmu berusaha membuka mulutmu. Namun kau tutup rapat mulutmu sambil mengunyah benda itu. Sambil guyon Uti mengajakmu tertawa agar kelihatan benda yang kau makan. Benar juga ada benda putih menempel di lidah. Oleh Ayahmu, kau pun diberi sikat gigimu yang kecil. Alhamdulillah ternyata ada secuil bunga putih yang tadi diberi Mbak Acha saat kau bertemu di depan rumah. 

Zeline, kau pun mulai berlatih melangkah dengan dipapah. Kadang kau dipapah atau dituntun di atas rerumputan. Konon ini pancingan agar kau gampang makan. 

Zeline, hari ini tidur siangmu cukup panjang. Kurang lebih dua jam. Mulai pukul 14.00 kau bermain bersama Uti dan Akung. Setelah dua jam kau baru bangun. Kenapa sampai lama? Uti dan Akung berada di sampingmu mulai akan tidur sampai kau tertidur setelah bermain bersama. Uti bangun dulu karena sudah saatnya solat asar. Eh kamu belum bangun juga. Oh ya, Zeline saat kau tidur, samping kanan kiri harus ada benteng tinggi yaitu guling, bantal ditumpuk agar saat kau bangun ada batasnya. 

Zeline,  kau itu kalau bangun tidur langsung duduk terus merangkak ke bibir dipan. Nah, inilah yang kadang deg-degan. Oleh karena itu batas guling tinggi agar kau jatuh. 

Zeline, bermain denganmu rasanya tak bosen. Usai salat Isya berjamaah, Uti dan Akung langsung ke rumahmu. Kau pun tertawa dan manja ingin Uti gendong. Sesaat Uti dan Akung bermain denganmu. Seolah kau bukan bayi lagi. 

Malam tadi kau pun mulai rewel karena ngantuk. Sebelum tidur kau pun dibersihkan Bundamu. Gosok gigi dulu lalu badanmu dilumuri lotion agar wangi dan adem. Mukamu juga dibersihkan dengan air. Kau diam saja. Bajumu juga diganti yang bersih dan adem agar tidurmu nyenyak. 

"Asalamualaikum Zeline,  Uti dan Akung pulang dulu. Sampai besok lagi. Tidur yang nyenyak ya," ucap Uti sambil bersalaman denganmu. Kau pun tersenyum dalam gendongan Bundamu.


Ambarawa, 28 Oktober 2023


Selasa, 17 Oktober 2023

Zeline Masih Takut dengan Orang yang tak Dikenal

 


@Budiyanti

Zelin, kenapa kau menangis ketika ada Oma Yuli menyapamu? Kan Oma Yuli yang memberimu mangga beberapa hari lalu? 

Oma Yuli itu tetangga kita yang ingin menyapamu. Masih takut ya? Ok. Kau memang harus banyak bersilaturahmi dengan tetangga lagi.

Zelin, usai berjamaah di masjid, Uti Akung menemuimu. 

Kau tersenyum bahagia ketika melihat Uti Akung di ruang tengah sambil disuapi kolak waluh. Pipimu sudah tampak berisi lagi. Tidak seberapa beberapa waktu lalu karena makanmu susah. 

Namun, begitu ada Oma Yuli datang kau diam.

"Asalamualaikum Cantik," sapa Oma Yuli ramah dan mendekatimu.

Wajahmu mulai berubah memerah. Selanjutnya kau menangis keras. Setelah digendong Akung kau pun diam gak nangis lagi. Karena Akungmu ingin segera menonton siaran sepakbola, Uti Akung pulang. Uti dan Akung membiasakan diri dengan perpamitan padamu. 

Tangan Uti berusaha meraih tanganmu. Namun, kau tak mau. Seolah tahu Uti  Akung mau pulang. Lama-lama kelamaan kau pun menangis. Rupanya kau -klayu- ( ingin ikut). Dengan terpaksa Uti Akung tinggalkan dirimu dalam gendongan Bundamu. 

"Asalamualaikum Zeline."

"Walaikum salam, Uti Akung, terima kasih," ucap  Bundamu mewakilimu.  .

Uti jadi ingat pagi tadi. Kau dalam gendongan Uti untuk mendekatimu saat Bundamu ingin berangkat . Kau biasa saja lau berangkatlah Bundamu dengan beat hitam. Keren kan?

Zenie kau diam bahagia bersamamu dalam gendongan. Selanjutnya Uti Akung tinggalkanmu untuk jalan pagi. 

Ternyata kau sudah mandi usai Uti Akung jalan pagi di Alun-alun Ambarawa. Kau pun Uti ajak bermain-main dengan penuh kebahagiaan. Lama kelamaan wajahmu tampak mengantuk. Segera Kau Uti tidurkan di kasur. Kau diam dan sesaat kemudian kau tertidur. 

Usai bersih-bersih rumah kau bangun. Terdengar suaramu mau nangis dan kau sudah berada di dekat guling. 

"Cantik, sudah bangun ya, cup--cup. Yuk ikut Uti," ucap Uti sambil menggendongmu. 

Karena sudah makan, kau pun makan seadanya. Uti pun memberimu nasi putih yang lebih lunak ditambah dengan lauk telur dadar dengan mentega. Uti sengaja membuatkan untukmu.

Satu dua tiga hingga keempat kau mau menelan  nasi putih dengan telur. Uti senang. Suapan kelima ternyata kau sudah tak mau. Ya sudah Uti tak memaksaksamu. Akhirnya kau tak melanjutkan makan. Namun setelah Ayahmu mengupas mangga kau pun melihat dengan mata seolah ada keinginan. Benar juga kau lahap dengan buah berwarna kuning yang manis rasanya. Cuaca panas seperti ini rupanya kau suka buah. Apa pun buah itu. Waktu kemarin kau disuapilah dengan buah naga. Ayahmu punya akal agar kau mau makan. Diberilah biskuit dalam buah itu. Kau pun lahap memakan buah naga dengan biskuit. Bibirmu merah merona seperti saat kau lahir. 

Usai lelah bermain, kau terlelap tidur sampai sore. Tak biasanya seperti ini. Jelang pulang 16.00 kau baru bangun lalu Uti ajak kau ke pangkuan Bundamu yang sudah di rumah.

Zeline, sampai besok ya, sehat selalu dalam lindungan Allah. Uti harus siap-siap ke Masjid.

Ambarawa, 17 Oktober 2023







Jumat, 06 Oktober 2023

Zeline Rewel dan tidak Mau Makan (4)



Asalamualaikum Zeline, 

Dua hari ini Uti baru bisa menulis untukmu Cantik. Kemarin kau tak mau makan dari menu yang dibuatkan Bundamu. Sudah dibuatkan nugget dengan bahan yang berbeda dari sebelumnya. Namun kau tak mau juga makan. Ayahmu sedih lho. Sudah dipancing dengan buah pun kau tetap tidak mau. 

Ayahmu juga memberi labu kukus. Hanya beberapa sendok saja kau mau makan. Karena lapar, jika malam kau tak nyenyak tidurmu. Jadi kau rewel. Sudah diberi ASI bundamu kau tetap gak nyenyak tidurmu seperti biasanya. 

Mungkin juga hawanya panas yang juga mempengaruhi tidurmu. Zeline... saat ini Ambarawa belum ada hujan seperti kota lain. Kata teman Uti, Salatiga, Ungaran, Semarang sudah hujan. Jadi jika siang atau malam cuaca cukup panas. Ya, semoga  Allah memberikan hujan di Ambarawa.

Zeline, pagi tadi setelah  Uti jalan pagi di Pangsar bersama Akung, Uti langsung menjumpaimu. Ternyata kau baru saja dimandikan oleh Ayahmu. Kau pun tersenyum bahagia ketika Uti mendekatimu yang masih diberi minyak telon oleh Ayahmu. 

Eh banyak juga perlengkapan bayi yang kau pakai usai mandi. Setelah diolesi minyak telon, kau pun diberi cream di dada agar hangat dadamu. Kemudian di selangkanganmu diberi minyak agar tidak iritasi. Lotion untuk kaki pun dioleskan. Selanjutnya kau pun memakai popok bayi serta baju. Eh ternyata kau pun diberi minyak rambut agar rambutmu tebal. Rambutmu pun disisir Akungmu dengan sisir khusus bayi. Terakhir kau diberi pewangi badan. Hemm komplet deh perlengkapan badanmu. 

Akhirnya kau Uti gendong dengan selendang biru biasa. Jika pakai selendang modern Uti gak bisa. Uti ajak kau jalan-jalan di tetangga agar kau kenal dengan orang lain. 

Oh ya, di saat kau sulit makan mungkin karena gigimu akan tumbuh lagi, akalmu bertambah. Tanganmu mulai bisa kau gerakkan memutar seperti menari. Selain itu kau pun akan membalasnya jika Ayahmu bilang 'tos' dengan membuka tanganmu. Kau dan Ayahmu pun tangannya saling menempel. 

Tepat pukul 09.00 kau mulai ngantuk. Uti pun meninabobokan sambil digendong. Biasanya sih sambil rebahan. Namun kali ini kau harus digendong dulu. Beberapa menit kemudian kau pun terlelap.  Kau pun nyenyak di gendongan Uti. Tak menunggu lama kau pun Uti tidurkan di kamar depan. 

Satu jam kau tidur nyenyak. Usai bangun Uti menggendongmu. Ayahmu sudah membawakan biskuit untuk kamu. Hemm ternyata kau lahap dengan biskuit. Kau pegang lalu kau masukkan biskuit tersebut dengan tanganmu yang mungil. Kau tertawa dengan memperlihatkan gigimu yang baru tumbuh empat. 

Karena Ayah dan Akungmu mau jumatan, kau pun bermain bersama Uti di ruang tengah. Kau pun mulai merangkak dengan lancar. Uti beri pancingan mainan agar kau maju untuk meraihnya. Rasanya tak bosan seharian bersamamu. Kau semakin lucu dan menggemaskan. 

Oke, Zeline setelah bobok siang kau harus pulang ke rumahmu belakang karena Bundamu tentu sudah pulang dari mengajar. 

Sampai di sini dulu Zeline. Sehat selalu ya Zelin. Semoga sehat dalam lindungan-Nya. Aamiin

Ambarawa, 6 Oktober 2023

Menu Makan Baru untuk Zeline

 


Asalamualaikum Zeline. Sudahkah kau tidur pukul 20.20 malam ini? Oke, Uti baru saja pulang dari Masjid lalu menulis tentengmu. 

Alhamdulillah pagi tadi usai Uti dan Akung berolahraga jalan kaki, langsung menjumpaimu. Rasanya  tak sabar menggendongnu padahal tiap hari jumpa. Kau ternyata belum mandi. Langsung deh Uti memandikanmu dengan senang hati. Biasanya sih Akungmu. 

Seperti biasa kau bahagia kala sudah berada di ember pink. Usai mandi, kau pun senyum sambil  Uti memakaikan bajumu yang sudah disediakan Ayahmu. Segera setelah badanmu dihanduki, Uti mengoleskan minyak telon di seluruh badanmu. Lalu Uti memakaikan kaus dalam dan popok bayi dan baju.  

Nah, kini saatnya makan.  Menu baru telah dibuat Bundamu agar kau lahap makan. Beberapa hari ini kau selalu tidak menghabiskan menu nasi tim seperti biasanya. Bundamu memang kreatif. Semua diusahakan agar kau mau makan.

Uti pun tertarik dengan menu barumu. Uti mencoba mencicipi. Hemm beda dari biasanya. Apa sih menu makan kali ini. Menu baru tersebut adalah nugget buatan sendiri. Menurut Ayahmu nugget tersebut dari nasi, daging giling, telur, butter dan sedikit garam. Eh ada sayuran juga yaitu wortel. 

Menurut Ayahmu, cara memasaknya dengan dikukus bahan utama lalu dipenyet dengan sendok jika sudah matang. Setelah itu dimasukkan cetakan dan kukus lagi. Heem demi anak tentu Bundamu ingin yang terbaik. 

Ketika mau makan, didinginkan lalu digoreng dengan sedikit minyak khusus. Jadilah  nugget yang lezat. 

Nugget pun jadi. Setelah dingin diberikan padamu nugget yang sudah berwarna kekuningan dan sudah dipotong kecil-kecil. 

"Zeline maem ya, nih nugget enak," ucap Ayahmu sambil menyuapimu.

Kau pun membuka mulutmu dan menikmati menu baru. Sesekali Uti pun menyelingi dengan memberimu air putih yang sudah disediakan dalam cangkir. 

"Gak boleh ditiup lho," ucap Akungmu. Namun, baru beberapa minum kau pun meniup air dalam cangkir bening berwarna putih. Air pun bergelembung dan berbunyi. 

Secara perlahan nugget tadi habis kau makan. Syukur Alhamdulillah. Semoga besok kau tetap lahap dengan menu baru. Apakah besok masih sama ya Zeline. Kita tunggu saja ya. Intinya Ayah dan Bundamu ingin menjadi anak yang sehat.

Sudah dulu ya Zeline. Uti Yanti sudah ngantuk. Wassalamu'alaikum warahmatullahi Zeline. 

Ambarawa, 3 Oktober 2023

Senin, 02 Oktober 2023

Untuk Cucuku Zelin (2)



Untuk Cucuku Zelin (2)

Ketika Uti menulis ini kau sudah  bersama bundamu sejak pukul 15.00. Saat itu kau tidur setelah Uti ninabobokan di gendongan kuno yaitu selendang biru. 

Zelin, Uti akan cerita yang hari saja dulu ya. 

Setelah Bundamu berangkat kerja pagi tadi, kau baru bangun. Kata ayahmu, sebenarnya subuh sudah bangun. Namun, setelah ditepuk-tepuk lagi kau pulas lagi. Baru pukul 6.30 kau bangun lagi. 

Segera Uti gendong kamu sesaat sambil menciumi pipimu yang putih berulang kali.  Karena Uti mau memasak,  kau pun diambilkan nasi tim yang dibuat Bundamu semalam. Ayahmu mengambil di siler lalu memanaskan nasi tim yang sudah di wadah khusus. Kalau memanaskan tinggal ditaruh di panci. 

Eh Bundamu tuh rajin membuatkan nasi tim yang berisi aneka macam lho. Sesekali Uti icipi. Gurih, tidak lembut seperti bubur dan tidak asin. Setelah Uti tanya pada Ayahmu ternyata ada berbagai macam jenis agar menu makanmu bergizi. 

Bundamu tetap patuh dengan  ASI eksklusif. Tak ada susu lain. Mulai enam bulan usiamu baru boleh ada makanan tambahan. ASI eksklusif mu selalu ada di freezer. Bundamu selalu membawa alat pompa atau  disebut pumping Asi untuk disimpan khusus. Selain itu Bundamu pun membeli alat untuk menyimpan Asimu dalam bok kecil yang ada esnya. Hemm canggih juga.  Zaman Uti dulu belum ada seperti itu. Mungkin orang tertentu saja yang punya. 

Ada plastik kecil khusus untuk menampung ASI. Sesampainya di rumah dimasukkan ke freezer. Kadang Bundamu juga pumping pagi agar ada persediaan ASI. 

Zelin, sudah tidurkah malam ini pukul 19.50? Uti teruskan ya. 

Oh ya. Nasi timmu itu terdiri dari nasi, ada daging, atau ayam Jawa, aneka sayuran, tahu atau tempe. Semuanya dalam jumlah sedikit kemudian dimasukkan dalam slow rice cooker. Rice cooker khusus ini untuk memasak nasi tim yang membutuhkan waktu minimal 2 jam. Wah lama juga ya.

Setelah dua jam, nasi tim tadi dihaluskan dengan sendok agar lebih halus. Lalu disaring dengan saringan. Saat Uti melihatnya. Butuh waktu lama untuk siap disantap. Nah, seharusnya kau lahap dengan menu itu. Namun, kadang kau sulit untuk makan. Awalnya lancar kau disuapi Ayahmu. Baru beberapa sendok kau sudah gerak sana sini sambil menghindari suapan demi suapan. Bosan ya Zelin cantikku. 

Nah, jika seperti itu,  Uti turun tangan ikut menyuapimu. Namun,  gagal juga. Kau pun tutup mulut ada istilah GTM hee apa hayo. Istilah baru bagi Uti yaitu Gerakan Tutup Mulut. Kau akan menutup mulutmu ketika disuapi. Ayahmu pun kadang ikut sedih.

"Dik ..dik makan dong, " bujuk Ayahmu. 

Uti dan Akung pun ikut nimbrung jika kau sulit makan.  

Nah, berbagai usaha dilakukan ayahmu. Anehnya kau Zelin mau buka mulut jika diberi buah-buahan. Buah apa pun mau, misalnya : Mangga, pepaya, apel,  pisang. Kau akan lahap jika diberi buah. Kau pun bisa memegang sendiri. Namun harus waspada agar tidak terlalu besar. Eh jeruk pun kau suka. Uti kadang memberimu setelah dihilangkan isinya. Kau kuat menyesap. 

Nah, Ayahmu pun akhirnya punya akal. Awalnya kau diberi buah. Seperti tadi pagi. Kebetulan punya mangga matang. Diiris kecil-kecil buah yang hanya sepotong. Selanjutnya irisan kecil ditaruh di ujung sendok. Lalu disuapilah kau dengan cara seperti itu. Kau kadang paham. Kau hanya memakan buahnya dengan membuka mulutmu tidak lebar. Namun, siasat seperti ini kadang berhasil. Wkkk kau dikibuli ayahmu. Atau kadang jeruk digunakan untuk pancingan agar makanmu lahap. Ada-ada saja kau Zelin.

Itulah makanmu Zelin. Setelah makan, bajumu belepotan. Kau pun akhirnya mandi bersama Akungmu.  Akung akan memandikan sampai berganti pakaian serta aneka perlengkapan bayi yang harus kau pakai. Besok lagi Uti ceritakan apa saja perlengkapan usai mandi.

Usai mandi bersih kau akan minum ASI yang dicairkan dulu lalu dimasukkan  cangkir. Setelah  itu dipanaskan dalam wadah yang diberi air hangat. Kau lahap dengan ASI eksklusif yang ditaruh dalam cangkir dengan diberi sedotan. Dulu kau  pakai botol tetapi lama-lama tidak mau. Kau pun menyedot ASI dengan lancar walaupun kadang kau tidak menyedot tetapi meniup. Jadilah ASImu berbunyi. Hemm kau Zelin bikin geli juga Utimu ini. 

Pukul 9.00 kau mulai rewel. Kau pasti mengantuk. Namun, sampai pukul 9.30 kau tak juga tidur. Akhirnya Uti pun turun tangan setelah memasakkan Akungmu rampung. Kau pun Uti gendong sambil jalan-jalan ke sana-sini. Kutepuk-tepuk pahamu.

"Bobok nggeh Zelin," ucap Uti. Namun kau masih ngajak gojek dengan tawamu lucu'yang menggemaskan. Setelah  itu kau tertawa dengan memperlihatkan gigimu yang baru 4. 

"Bobok dong Zelin."

Tak lama kemudian kamu terlelap dalam gendongan.  Kau pun Uti baringkan di kasur kamar depan yang sepi dengan jendela tertutup rapat. Di sekitarmu Uti beri bantal guling agar kau yang sudah bisa merangkak ini aman. Tak lupa kipas angin menyala dengan diarahkan ke tembok. Itu pun tak kencang. Kalau nyaman kau bisa tidur berjam-jam.

Ketika kau tidur, Uti terus memantaumu tiada henti. Sesekali Uti tengok keadaanmu. Jika kau nyenyak Uti mulai melanjutkan pekerjaan lain.

Kau itu jika sudah bangun kadang tidak menangis. Takutnya jika kelamaan kau sudah di bibir dipan. Untunglah tadi pagi saat kau terjaga Uti tepuk-tepuk pantatmu. Alhamdulillah kau tidur lagi. 

Saat kau tidur, Uti tiada henti menengokmu. Pas pukul 11.50  Uti menengokmu. Kau pun ternyata sudah bangun. Kau diam saja. Setelah itu Uti mendekatimu. Kau pun tersenyum bahagia. Uti pun mencoba mendiamkanmu dan menjauh.  Ehh kau pun menangis. 

"Udah bangun cantikku," sapa Uti sambil menggendongmu. Uti peluk kau dengan penuh kehangatan. 

"Alhamdulillah, terima kasih ya Allah di usiaku ini kau beri cucu cantik," gumamku dengan selalu mengucap syukur kepada Allah.

Ambarawa, 2 Oktober 2023



Minggu, 01 Oktober 2023

Untuk Cucuku Zelin


 Untuk Cucuku Zelin (1)

Oleh: Budiyanti Anggit 

Zelin sayang, tanggal 20 September 2023 lalu genaplah usiamu 9 bulan. Ah kau makin cantik saja dengan berbagai perkembanganmu. Apalagi saat pagi ini kau memakai mukena. Hemm semoga menjadi anak Sholehah. Aamiin.

Usia sembilan bulan 

Zelin, ingin kutuliskan tentangmu. Apa saja karena kau saat ini makin menggemaskan. Kelak ketika kau sudah bisa membaca, tulisan ini menjadi memorimu. 

Sejak kau lahir, kau sudah ditunggui orang-orang terkasih. Selain ayah Bundamu dan Eyang Putri ( Uti) Eyang Kakung ( Akung) kini ada juga Mbah Rayi ( sebutan Eyang Putri besan yang asli orang Purwodadi).  Mbah Rayi menemanimu hingga usiamu selapan (35 hari). 

Beberapa hari setelah kelahiranmu, kau suka rewel jika malam. Nah, Mbah Rayilah yang menggendongmu dan meninabobokan kembali agar kau tidur nyenyak. Banyak yang bilang kalau suka digendong jadi ketagihan. 

Saat usia selapan ( 35 hari) Kau dicukur hingga habis rambutmu yang tebal. Saat itu kau pun jadi gundul, hee lucu deh.

Usai usiamu selapan, Mbah Rayi besan harus pulang ke desa karena jika terlalu lama, kebun jagung Mbah Kakungmu Purwodadi yang biasa disebut Mbah Roko tidak ada yang bantu untuk memanen. Dengan perasaan sedih Mbah Rayi pulang. Dipeluk cium berulang kali wajahmu yang plontos. 

Sejak usiamu selapan ( 35 hari), kau bersama bunda dan ayahmu belajar mandiri mengasuhmu dengan didampingi Mbah Uti dan Mbah Kakung. 

Seperti biasa kau masih suka begadang jika malam. Suka rewel dan terjaga dari tidurmu. Ayah dan Bundamu pun ikut bangun untuk menggendongmu agar tidak rewel lagi. Biasanya jelang pagi kau baru tidur. 

Zelin, cantikku...

Beberapa waktu usai tak ada Mbak Rayi, kau bersama Uti dan Akung agar ayah Bundamu bisa istirahat setelah semalaman kadang tidak tidur. Oleh karena itu, pagi sekali Uti harus memasak untuk dua keluarga. 

Usai memasak, Uti dan Akung mulai merawatmu.Kau pun dimandikan Akungmu. Akungmu paling terambil dibanding Uti. Badanmu yang kecil membuat Uti sedikit gamang. Walaupun beberapa waktu kemudian Uti pun berani memandikan tetapi dengan jaring yang diletakkan di atas ember bayi. Canggih juga zaman sekarang. Kau pun nyaman di atas jaring yang berwarna pink. 

Pagi hingga siang kau bersama Uti Akung di rumah atas. Sedangkan rumahmu berada di bawah yang tak jauh dari rumah Akung Uti. Jika azan dhuhur tiba kau bersama bunda dan ayahmu. 

Berjalannya waktu ternyata ayah dan Bundamu tak bisa istirahat. Akhirnya kau pun bergantian diasuh. Kadang pagi kadang siang. 

Pada tahun ajaran baru ada rejeki tak terhingga dari Allah. Bundamu mendapat amanah untuk mengajar di sekolah yang berada di Bergas. Syukur Alhamdulillah. Uti dan Akungmu amat bahagia dengan rejeki ini. Kau pun diasuh bersama Uti dan Akung serta ayahmu yang kerjanya tak harus berangkat pagi. Ayahmu berbisnis sehingga bebas tak ada yang ngatur. Nah, Ayahmu ikut membantu mengasuhmu.

Bagaimana cara asuh saat Bundamu bekerja? Tunggu kelanjutannya 

Ambarawa, 1 Oktober 2023


Minggu, 04 Juni 2023

Salat Idul Fitri

 

Salat Idul Fitri

            Gema takbir masih terus berkumandang hingga pagi ini. Arif dan Galih sudah rapi dengan baju koko putih yang baru. Mereka bersiap-siap berangkat ke Masjid. Sementara Bu Dian masih menata kupat beserta lauk dalam rantang untuk dibawa ke Masjid. Sambil menata, Ibu tiga anak ini tiada henti membangunkan si ragil untuk bangun dan segera mandi. Namun, hingga pukul 06.00 si Yoga tak bangun juga. Akhirnya Pak Cahyo segera menggoyang-goyangkan badan Yoga yang kecil itu. Yoga pun bergeliat sambil mengucek-ucek matanya.

            “Yog, cepetan bangun, salat Eid lho, ini sudah siang!” panggil Pak Cahyo dengan nada keras. Anak yang masih duduk di kelas 5 ini bangkit dari tidurnya lalu berlari menuju kamar mandi. Bu Dian pun geleng kepala melihat ulah anaknya. Ia pun meletakkan baju koko di tempat tidur anakknya.

            Akhirnya dengan cepat si Yoga memakai baju koko dan celana  jean lama yang sudah disiapkan. Selanjutnya bersama- bersama mereka berjalan menuju Masjid. Bu Dian memakai gamis coklat sedangkan Pak Cahyo memakai baju koko warna putih tulang.

            Suasana Masjid At-Taqwa sangat berbeda dari biasanya. Halaman Masjid ada tenda hitam berdiri kokoh. Tampak ibu-ibu yang semuanya sudah memakai mukena duduk sambil melantunkan takbir, tasbih, tahmid mengikuti suara di dalam masjid yang juga penuh dengan kaum laki-laki.

            Segera Arif, Galih dan Yoga langsung memasuki masjid. Sedangkan Bu Dian bergabung dengan Ibu-ibu di halaman Masjid. Tak lama kemudian salat Idul Fitri dilaksanakan. Salat yang dilaksanakan setahun sekali ini berjalan lancar dengan khutbah yang menyentuh jiwa yang disampaikan Pak Abdul Wahid.  Usai salat mereka saling bersalam-salaman. Ibu-ibu tetap di halaman sedangkan bapak-bapak di dalam. Selanjutnya mereka tidak pulang tetapi mengikuti acara tradisi doa bersama dalam dzikir tahlil dilanjutkan dengan makan bersama.

            “Ini untuk sini saja Yah, biar Bunda ikutan dengan ibu lain,” ucap Bu Dian memberikan rantang kupat opor ke Pak Cahyo. Arif yang duduk bersebelahan dengan ayahnya langsung menerima rantang yang berisi tiga wadah.

            Pak Cahyo pun menata rantang di depannya. Beberapa wadah dengan aneka lauk tersaji dengan apik di beranda masjid. Lontong. ketupat serta lauk opor, bakmi, sambal goreng menarik untuk segera disantap. Ketiga anak dan anak-anak lain menyantap hidangan yang jarang ada itu dengan lahap.

            Tak terasa acara makan bersama usai. Semua jemaah meninggalkan masjid. Begitu pula Arif dan kedua adikknya telah berjalan lebih dulu.

            “Mas, tunggu!” teriak Yoga.

            “Lewat sini saja,ya!” jawab Arif sambil berbelok ke kanan yang merupakan jalan lain menuju rumahnya. Ia mengikuti teman-temannya yang berjalan berbeda ketika berangkat tadi. Alhamdulillah salat Ied berjalan lancar dengan perut kenyang.

 

 

 

 

Malam Takbiran

 

Malam Takbiran (27)

Takbir berkumandang jelas dari masjid-masjid. Suaranya menyentuh hati. Arif, Galih, Yoga sibuk dengan obor yang akan dibawa saat takbiran. Mereka amat senang karena bisa ikutan takbiran setelah lama tidak ada karena pandemi.

            “Mana sih oborku?” tanya Yoga sambil membawa senter untuk mencari obor. Ia agak risau karena belum menemukan obor yang dicari.

            “Coba dicari dulu lagi mungkin lupa meletakkan,” ucap Bu Dian pelan yang ikutan mencari. Namun beberapa menit kemudian, ia dipanggil oleh kakaknya untuk diajak berangkat.

            “Obornya belum ketemu, tunggu dulu Mas,”

            “Lha obornya di sini kok ini sudah aku ambilkan!” teriak Galih.

            “Huuu kok gak ngomong sih, nih lho Adikmu mau nangis mencarinya.”

            Galih tertawa saja ketika ibunya menegurnya. Akhirnya ketiga anak Bu Dian berangkat menuju masjid. Galih dan Yoga telah memegang obor sedangkan Arif tidak membawa apa-apa.

            “Mas, nanti ikutan keliling kan?”

            “ya, Mas Arif nanti ikut dorong replika masjid.”

            Masjid At’Taqwa sudah penuh dengan anak-anak yang siap untuk takbiran. Kurang lebih ada 60 anak-anak. Ada yang membawa obor, membawa corong pengeras suara ada replika masjid. Suasana masjid tampak ramai.

            “Ayo berbaris, sebentar lagi kita berangkat!” ajak Pak Juli sambil mengarahkan agar anak-anak menuju barisan. Barisan pun lumayan panjang. Obor menyala berpendar memancar ke segala arah.

            Gema takbir terus terdengar mengiringi perjalanan anak-anak. Jalan kampung pun ramai. Mereka tersenyum bahagia menyambut lebaran. Barisan pun lumayan panjang. Selain anak-anak, para remaja dan orangtua pun ikut bergabung.

            Allah hu Akbar

            Allah hu Akbar

            Allah hu Akbar

            Walilillah Ilham

            Iring-iringian anak-anak berjalan menuju jalan kampung Kaliputih lalu sampai jalan raya. Yoga dan Galih tampak senang dengan obornya. Tiba-tiba Galih menyalip teman-temannya maju barisan depan. Obor tetap dipegang dengan tangan kanan. Sikap usilnya mulai dilakukan dengan menyenggol temannya. Tak lupa adiknya Yoga. Tentu saja hal ini membuat teman dan adiknya kesal.

            “Galih, apa-apaan sih, barisanmu mana?” tegur Arif kakaknya yang tahu adikknya selalu usil.

            “Weee wee,” balas Galih sambil menjulurkan lidahnya.

            “Hus kamu tuh di belakang, bukan sini!” bentak Dito, teman sekelas Galih.

            Kegaduhan tak terelakan lagi. Walaupun begitu takbir keliling tetap lancar walaupn sedkit berisik. Hal ini langsung disikapi Pak Juli selalu koodinator. Galih ditarik ke belakang tanpa banyak bicara.

            “Sudah kamu di sini saja bareng saya!” ucap Pak Juli tegas. Galih pun cengar cengir menuruti ajakan Pak Juli. Teman-temannya menertawakannya.

            “Syukurin!” seloroh Yoga.

            “Sudahlah tertib semua ayoo terus bertakbir!” seru Pak Yuli sambil berjalan.

            Alhamdulillah, kini anak-anak tertib hingga sampai masjid yang merupakan titik akhir. Seolah tak ada permasalahan tadi. Mereka mematikan obor dan istirahat di depan masjid. Minuman dan snack siap disantap dengan penuh kebahagiaan.

 

           

 

 

Sabtu, 20 Mei 2023

Malam Takbiran (27)

 

Malam Takbiran (27)

Takbir berkumandang jelas dari masjid-masjid. Suaranya menyentuh hati. Arif, Galih, Yoga sibuk dengan obor yang akan dibawa saat takbiran. Mereka amat senang karena bisa ikutan takbiran setelah lama tidak ada karena pandemi.

            “Mana sih oborku?” tanya Yoga sambil membawa senter untuk mencari obor. Ia agak risau karena belum menemukan obor yang dicari.

            “Coba dicari dulu lagi mungkin lupa meletakkan,” ucap Bu Dian pelan yang ikutan mencari. Namun beberapa menit kemudian, ia dipanggil oleh kakaknya untuk diajak berangkat.

            “Obornya belum ketemu, tunggu dulu Mas,”

            “Lha obornya di sini kok ini sudah aku ambilkan!” teriak Galih.

            “Huuu kok gak ngomong sih, nih lho Adikmu mau nangis mencarinya.”

            Galih tertawa saja ketika ibunya menegurnya. Akhirnya ketiga anak Bu Dian berangkat menuju masjid. Galih dan Yoga telah memegang obor sedangkan Arif tidak membawa apa-apa.

            “Mas, nanti ikutan keliling kan?”

            “ya, Mas Arif nanti ikut dorong replika masjid.”

            Masjid At’Taqwa sudah penuh dengan anak-anak yang siap untuk takbiran. Kurang lebih ada 60 anak-anak. Ada yang membawa obor, membawa corong pengeras suara ada replika masjid. Suasana masjid tampak ramai.

            “Ayo berbaris, sebentar lagi kita berangkat!” ajak Pak Juli sambil mengarahkan agar anak-anak menuju barisan. Barisan pun lumayan panjang. Obor menyala berpendar memancar ke segala arah.

            Gema takbir terus terdengar mengiringi perjalanan anak-anak. Jalan kampung pun ramai. Mereka tersenyum bahagia menyambut lebaran. Barisan pun lumayan panjang. Selain anak-anak, para remaja dan orangtua pun ikut bergabung.

            Allah hu Akbar

            Allah hu Akbar

            Allah hu Akbar

            Walilillah Ilham

            Iring-iringian anak-anak berjalan menuju jalan kampung Kaliputih lalu sampai jalan raya. Yoga dan Galih tampak senang dengan obornya. Tiba-tiba Galih menyalip teman-temannya maju barisan depan. Obor tetap dipegang dengan tangan kanan. Sikap usilnya mulai dilakukan dengan menyenggol temannya. Tak lupa adiknya Yoga. Tentu saja hal ini membuat teman dan adiknya kesal.

            “Galih, apa-apaan sih, barisanmu mana?” tegur Arif kakaknya yang tahu adikknya selalu usil.

            “Weee wee,” balas Galih sambil menjulurkan lidahnya.

            “Hus kamu tuh di belakang, bukan sini!” bentak Dito, teman sekelas Galih.

            Kegaduhan tak terelakan lagi. Walaupun begitu takbir keliling tetap lancar walaupn sedkit berisik. Hal ini langsung disikapi Pak Juli selalu koodinator. Galih ditarik ke belakang tanpa banyak bicara.

            “Sudah kamu di sini saja bareng saya!” ucap Pak Juli tegas. Galih pun cengar cengir menuruti ajakan Pak Juli. Teman-temannya menertawakannya.

            “Syukurin!” seloroh Yoga.

            “Sudahlah tertib semua ayoo terus bertakbir!” seru Pak Yuli sambil berjalan.

            Alhamdulillah, kini anak-anak tertib hingga sampai masjid yang merupakan titik akhir. Seolah tak ada permasalahan tadi. Mereka mematikan obor dan istirahat di depan masjid. Minuman dan snack siap disantap dengan penuh kebahagiaan.

 

           

 

 

 

Jumat, 12 Mei 2023

Kupat Opor Buatan Bunda (27)


Kupat Opor Buatan Bunda (27)

 

Hari masih pagi, teras belakang rumah sudah riuh dengan celoteh tiga cowok yang sedang berlomba membuat kelontong ketupat. Bu Dian sudah mengajari berulang kali tetapi mereka tak juga bisa.

            “Kali ini aku pasti bisa,” ucap Galih percaya diri.

            “Aku pasti bisa juga,” sambung Yoga sambil terus berkutik dengan daun kelapa yang diberi Bapak pedagang tadi. Bu Dian hanya memperhatikan saja dari dapur karena sedang menggoreng kentang. Ternyata sampai kentang matang mereka belum bisa juga. Akhirnya Bu Dian mengajari lagi. Secara perlahan mereka memperhatiakan langkah-langkah membuat kelontong ketupat.

            “Horrre aku bisa, nih Bunda dicek benar tidak?” seru Arif sambil lonjak-lonjak.

            “Keren, tetapi ini dirapatkan agar beras untuk isi tidak tumpah.”

            “Siap,”

            ‘Aku diajari dong Mas!” pinta Galih dan Yoga. Ketiga anak pun saling belajar membuat kelontong ketupat. Mereka pun bangga ketika bisa membuat kelontong walaupun belum rapi. Bu Dian pun merapikan.

            “Sekarang bantuin apa lagi Bund, kami siap lho,” ucap Arif yang telah selesai membuat kelontong. Bu Dian pun senang ketika dibantu ketiga anakknya.

            “Oke, sekarang kelontong ini diisi ya, nih berasnya sudah Bunda cuci bersih,” ucap Bu Dian sambil meletakkan beras yang telah ditiriskan.

            “Ini ya, diisi dengan sendok ini sampai separuh, jangan lebih,” jelas Bu Dian

            “Kalian harus cuci tangan dulu lho!”

            Bertiga memasukkan beras dalam kelontong ketupat. Jika sudah terisi Bu Dian ngecek agar pas lalu diikat lima-lima. Hanya beberapa menit kelontong sudah terisi. Selanjutnya dimasukkan dalam panci besar yang sudah ada air yang mendidih. Secara perlahan anak-anak itu membantu memasukkan dalam panci sampai kelontong yang sudah ada isinya terendam.

            “Nah, kita tunggu sampai seperempat jam, trus matikan, ayo lihat pukul berapa sekarang?”

            “Pukul 10.00,” seru Yoga sambil memandang arloji pada dinding.

            “Oke, nanti pukul 10.15 kompor dimatikan dan panci tidak boleh dibuka selama 30 menit. Setelah itu nyalakan kompor lagi selama 15 menit!”

            Ketiga anak itu memperhatikan memasak ketupat dengan cepat yaitu dengan model 153015 maksudnya lima belas menit awal lalu matikan selama tiga puluh menit dan terakhir nyalakan kompor lagi selama 15 menit.

            “Berarti Cuma 30 menit dimasak ya Bund?”

            “Ya, tetapi usai 15 kedua didiamkan dulu baru matang,” jelas Bu Dian. Setelah sesuai dengan petunjuk ketupat pun matang. Siap ditiriskan biar dingin.

            “Masya Allah cantiknya, pas ini ketupatnya,” ucap Bu Dian sambil membelah ketupat yang sudah dingin.

            “Iya bagus, nanti malam kita bisa makan enak nih,” seru Galih dengan senangnya.

            Bu Dian pun mulai memasak opor dan sambel goreng. Sementara Arif dan kedua adiknya membantu menyembelih ayam di belakang rumah.

            Bumbu-bumbu sudah disiapkan sejak semalam. Jadi hari ini tinggal memasak. Sementara kelapa juga tinggal peras. Bau harum mulai menguar ketika Ibu tiga anak itu menumis bumbu.

            “Hemm enak ya, kapan ya selesai opor ayamnya,” guman Arif.

            “Ya, ayamnya saja beru disembelih,” ucap Arif sambil memegangi kepala ayam sambil memejamkan mata.

            “Gak udah takut, yang utama kita sudah mengucap bismillah saat menyembelih,” ucap Ayah dengan tenang. Bertiga mereka membantu mencabuti dua ekor ayam setelah dicelupkan dalam air panas. Canda tawa sambil membantu ayahnya. Tak lama kemudian dua ekor ayam dimasak.

            “Yuk, salat dhuhur dulu, setelah itu bantu Bunda bersih-bersih,” ajak Ayah Cahyo sambil mengambil air wudhu. Ketiga cowok itu pun mengikuti saran ayahnya. Lalu mereka tidur. Usai mandi dan salat asar, mereka mulai menata berbuka bersama terakhir karena besok sudah lebaran.

            Arif membantu mengambil piring lalu diletakkan di meja. Sedangkan Bunda mereka sudah menata opor ayam di atas meja makan. Azan berbunyi, mereka berbuka bersama dengan menu istimewa yaitu ketupat opor.

            “Hemm ketupat opor ayam buatan Bunda memang enak ya?” puji Pak Cahyo sambil menikmati lezatnya ketupat opor.

            “Betul Yah, tak ada duanya deh,” sambung Galih

            “Mari kita selalu bersyukur atas nikmat hari ini. Alhamdulilah kita sudah melaksanakan puasa dengan lancar!”

            “Hayoo yang batal puasa siapa, besok usai lebaran,” tanya Bunda Dian. Mereka pun saling pandang lalu tertawa bersama karena saling ejek tetapi dalam suasana gembira.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Prepegan

  

Hari ini amat cerah, Arif dan Yoga mengikuti bundanya ke pasar karena hari ini hari terakhir pasar buka sebelum lebaran. Mereka ingin mengetahui keadaan pasar saat prepegan, istilah jawa yang artinya keadaan pasar jelang lebaran yang ditandai banyaknya pedagang dadakan dan pembeli yang banyak.

Sampai di pasar suasana benar-benar ramai. Pasar pagi yang biasanya sudah berpindah dalam, kini masih ramai.

            “Hati-hati ya nang, Adiknya digandeng,” ucap Bunda Dian sambil mendekap tas kecil di dada.

            “Bunda juga hati-hati ya,” ucap Arif karena ia ingat tahun lalu tas digunting  pencopet.

            “Ya, ini,”jawab Bu Dian sambil memperlihatkan tasnya.

            Mereka bertiga berjalan dengan hati-hati karena pasar benar-benar ramai. Sampai di depan penjual kelontong ketupat, Arif berhenti dan memanggil Bundanya karena ia mendengar Bundanya akan membeli kelontong ketupat. Bunda Dian mengangguk lalu berhenti di depan penjual kelontong ketupat.

            “Berapa satu ikat Pak?” tanya Bu Dian sambil memegang kelontong ketupat yang sudah diikat per sepuluh.

            “Delapan ribu Buk,” jawab Pak Penjual sambil terus membuat kelontong dengan bersilang antara daun kelapa yang muda dan tua.

            “Beli ikat ya Pak.”

            Pak Penjual menyerahkan dua ikat kepada Arif yang duduk memperhatikan pembuatan kelontong.

            “Adik mau coba buat? silakan ambil kalau mau buat latihan,” ucap Pak Penjual sambil memberi beberapa batang daun kelapa.

            Arif dan Yoga saling pandang karena ragu lalu melihat Bundanya. Bu Dian pun mengiyakan untuk diterima.

            “Ucapkan terima kasih, nanti Bunda bantu membuatnya,” jelas Bu Dian yang memang bisa membuat kelontong.

            Arif dan Yoga senang karena keinginan membuat kelontong sudah lama sekali bisa tercapai. Selanjutnya kedua anak itu mengikuti Bundanya ke mana saja.

            “Mas, gak beli mercon itu?” tanya Yoga sambil menunjuk orang yang menjual aneka mercon.

            “Ah, kok seperti anak kecil saja,” sahut Arif,” bahaya lho kalau meledak,” sambungnya.

            “Kan itu hanya mercon yang tidak membahayakan,” sahut adiknya. Namun, kedua anak itu tidak tertarik lalu terus mengikuti bundanya.

            “Capek dan haus nih,” keluh Yoga sambil duduk di ujung pasar.

            “Hus, jangan ngomong gitu, batal lho,” kilah Arif.

            Karena belanjaan Bundanya sudah banyak akhirnya mereka pulang dengan berjalan ke depan pasar untuk naik angkot.

            “Banyak sekali sih belanjaan Bunda,” ucap Yoga.

            “Ya, Bunda harus belanja banyak untuk persediaan setelah lebaran.” ucap Bu Dian sambl berjalan menuju depan pasar. Ia melewati para penjual bunga tabur yang berjejeran. Bu Dian pun membeli bunga satu bungkus.

            “Ini apa Bund? “

            “Ini bunga telasih, nanti kita bawa ke makan nenek.

            Mereka pun mendapatkan angkot kuning untuk pulang. Arif dan Yoga pun tambah pengalaman ketika pasar sedang prepegan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Senin, 17 April 2023

Aku ingin Jadi Anak Soleh

 

Aku ingin Jadi Anak Soleh

 

Pagi ini amat cerah, tidak seperti hari-hari sebelumnya. Galih dan Arif berpamitan untuk berangkat sekolah dengan naik sepeda bersama. Kebetulan sekolahnya berdekatan.

            “Asalamuallaikum Ayah, Bunda!” seru dua anak dengan senyum manisnya mencium punggung tangan kedua orangtuanya.

            “Walaikum salam warahmatuwahi wabarahkatuh, hati-hati di jalan, belajar yang baik ya Nak,” ucap Bunda Dian.

            Mereka berdua melajukan sepeda motor dengan pelan-pelan. Tak lama kemudian sampai di sekolah. Mereka berpisah untuk menuju kelas. Bel berbunyi ketika Arif sampai di depan kelas. Ia pun masuk lalu meletakkan tas. Jam pertama pelajaran agama. Pak Ahmad memasuki kelas lalu memberi salam. Anak-anak kelas 6 itu serempak menjawab salam.

            “Anak-anak, sebelum saya lanjutkan pelajaran kemarin tentang zakat, saya ingin bertanya terlebih dahulu.

            Anak-anak pun saling pandang lalu satu per satu tunjuk jari.

            “Dokter Pak Guru,” jawab Anissa

            “Bagus!” seru Pak Ahmad dengan mengajungkan jempol.

            “Guru, Pak!” Ani berdiri tunjuk jari. Disusul anak lainnya sahut-sahutan menyampaikan keinginananya ada yang ingin jadi pedagang, pengusaha dan lainnya. Namun, si Arif diam belum berani tunjuk jari.

            “Arif ?” tanya Pak Ahmad sambil mendekati bangku Arif.

            Arif beringsut sambil tersenyum tipis. Wajahnya pun semu merah dan berusaha ngomomg tapi agak takut.

            “Kamu cita-citanya jadi apa Nak?” Pak Ahmad mengulangi pertanyaanya. Kelas pun ramai karena Pak Guru berada di belakang.

            “Saya..saya …,” ucap Arif agak tersendat-sendat.

            “Teruskan saja gak usah malu,” bujuk Pak Guru Agama dengan terus mendekati Arif.

            ‘Saya ingin jadi anak sholeh Pak Guru,” ucap Arif dengan pelan. Wajahnya tertunduk. Ia memang beda dengan anak lain yang menyebutkan aneka profesi.

            “Masya Allah, itu cita-cita mulia Arif, semoga terkabulkan/ Aamiin,” ucap Pak Ahmad penuh bangga.

            “Semua cita-citamu bagus asal dilandasi dengan iman dan taqwa, belajar yang tekun dan jujur.”

            “Nah pada kesempatan ini saya akan melanjutkan pelajaran kemarin tentang zakat,”

            Setelah menjelaskan tentang zakat, pelajaran berakhir dang anti pelajaran lain. Walaupun berpuasa, kegiatan pembelajaran berjalan lancar.

            Sampai di rumah Arif pun bercerita tentang pelajaran hari itu kepada bundanya. Bu Dian mendengarkan dengan baik. Kemudian memuji jawabannya anakknya. Arif pun berusaha menjalankan apa yang disampaikan gurunya. Ia pun salat dhuhur lalu dilanjutkan dengan membaca Al”Quran. Cita-cita yang disampaikan Pak Gurunya amat mengena di hati. Ia ingin mewujudkan.

            “Arif, bantu bunda ya,”

            “Ya, Bu,” ucapnya dengan pelan. Ia ingin menunjukkan pada adiknya untuk selalu patuh pada ongtuanya.

 

Ambarawa, 18 April 2023