Kamis, 27 Januari 2022

Berburu Durian Brongkol Banyubiru

 



Bulan Desember-Januari selalu identik dengan musim buah durian. Di pinggir jalan Ambarawa- Salatiga banyak sekali warung baru sekadar menjajakan durian dengan aneka rasa. Orang yang demen durian, kesempatan bulan ini tak disia-siakan. Berapa pun harga kadang diabaikan demi mendapatkan buah durian yang manis agak –agak pahit dan buahnya tebal.

Perut masih benar-benar kenyang setelah menyantap nasi pecel belut. Kini kami meluncur ke daerah yang terkenal dengan durian.  Perjalanan lancar. Anak nomor dua nyetir dengan pelan. Sampai di Banyubiru, mobil berbelok ke kiri menuju desa Brongkol, Banyubiru, pusatnya daerah durian. Tak perlu diragukan daerah Desa Brongkol merupakan pusat durian. Ada dua icon durian dalam bentuk patung buah durian yang apik. Kami terus melaju sampai pakai patung durian yang kedua, kami berhenti. Ada warung dengan durian bergelantungan dan sebuah tempat untuk duduk sambil menikmati durian.

“Hai Pak!” sapa suami pada bapak muda yang badannya gemuk

“Monggo Pak!” ucap Bapak muda sambil menunjukkan tempat parkir mobil kami. Tampaknya suami sudah hafal dengan penjual. Ternyata anak ragil juga sudah langganan. Kami turun lalu menuju warung terbuka tersebut. Durian besar kecil banyak begelantungan di warung tersebut.

            “Pilihkan yang bagus Pak!”

Kami pun dipilihkan durian yang besar. Langsung dibuka di situ.

“Woh….!!!” ucap kami serempak sambil memandang durian yagng tampaknya tebal. Benar juga dagingnya tebal dan manis. Walaupun masih kalah dengan durian montong. Sesuai dengan harga.



“Mampu gak nih, padahal perutku menampung durian ini?” gumamku. Kami pun mengambil satu-satu.  Akhirnya kami menikmati separuh dari satu buah. Selebihnya akan dibawa pulang. Kemudian kami memilih satu buah lagi untuk dibawa pulang.

Yang mau mborong durian Brongkol silakan. Banyak sekali pilihan yang sesuai dengan kantong. Yang terpenting jangan kebanyakan deh. Secukupnya saja, tak perlu berlebihan. Hari telah sore kami pun memutuskan pulang. Sebuah kebagaiaan tercipta dengan kebersamaan. Semua karena nikmat Allah yang tak terhingga.

 

Ambarawa, 27 Januari 2022.

 

 

Lezatnya Pecel Keong dan Belut Goreng Mbak Toen Muncul Kab. Semarang






Berbicara soal makanan pasti tak ada habisnya. Apalagi makanan itu menjadi makanan kesukaan. Di mana pun diburu agar segera mendapatkannya. Seperti beberapa hari ini, anak nomor dua pulang kampung dari Jakarta. Walaupun tidak bisa kumpul semua anggota keluargaku, paling tidak ada enam orang untuk bersama-sama berburu makanan yang jadi klanengan.

Kali pertama, anak mengajak ke warung makan pecel keong Mbak Toen yang tak jauh dari rumah kami. Tepatnya berada di depan persis dengan objek wisata Muncul Banyubiru, Kabupaten Semarang. Setiap pulang kampung selalu mengajak ke sini. Tempat ini juga tak jauh dari tempatku mengajar. Hanya butuh lima  menit. Sebenarnya makanan ini sudah sering saya sambangi. Sekolah kami juga sering pesan makanan tersebut. Namun, demi kebersamaan keluarga, saya ikut serta.



Pagi hari,  sudah ngabari jika anak mau jemput saya ke sekolah kemudian langsung menuju ke warung pecel. Benar juga, tepat pukul 14.00 anak sudah berada di depan sekolah bersama suamiku dan si Ragil berserta istrinya. Berenam kami meluncur warung Mbak Toen. Hanya lima menit kami sudah sampai di depan warung Mbak Toen. Tampaknya tidak begitu ramai saat itu. Hanya satu mobil yang parkir di depan warung. Ada dua tempat yang saya lihat. Sebelah kiri khusus untuk menata makanan aneka menu, mulai makanan kering atau basah. Makanan kering berupa keripik cetol, wader, udang yang dimasukkan dalam toples besar. Di belakangnya tempat menata pesanan pembeli.

Kami berenam langsung menuju warung sebelah kanan. Tempat ini berupa bangunan baru bertingkat. Tempat lesehan untuk makan. Kami sebenarnya ingin tempat di atas. Ternyata tempat tersebut hanya untuk hari Minggu. Oke, kami pun memutuskan menempati lesehan yang di sebelah utara. Anak menantu memesan menu, sementara saya dan suami duduk-duduk sambil melihat suasana. Hanya beberapa orang yang sedang menikmati makanan. Mungkin hari biasa sehingga tidak ramai.  



Tempatnya bersih dengan pelayanan yang ramah. Kamar mandi juga bersih. Suasana juga adem karena di depan warung ada pohon dengan semilir angin.

Berenam kami duduk melingkar setelah anak-anak sudah memesan menu. Peyek udang yang renyah dalam piring dibawa lalu diletakkan di tikar. Menu pertama datang yaitu kolak ketan dan jeruk hangat. Kami sepakat satu mangkuk untuk berdua. Takut kekenyangan.  Kolak pisang diberi ketan putih ini benar-benar nikmat. Boleh juga ditambah dengan es kalau mau. Kami bersama menikamati kolak pisang yang segar.

 Kolak belum habis, nasi pecel sudah datang. Anakku, Galih memesan pcel keong. sedangkan kami berlima nasi pecel plus belut goreng. Banyak pilihan menu lain jika tidak ingin menu pecel keong. Ada mujahir goreng, lele,ayam, wader dll.

Hem, rasanya perut sudah keroncongan nih. Nasi dalam piring anyaman dengan didasari kertas minyak ini di atasnya diberi aneka sayuran, selanjutnya  diguyur sambel kacang. Benar-benar menggoda jiwa. Belut gerang dalam piring tersendiri pun amat menarik untuk segera disantap. Belut kecil-kecil digoreng dengan tepung sehingga amat renyah. Benar-benar enak. Sedangkan  bumbu pecel amat sedap dan tak terlalu pedas. Pokoknya pas di lidah deh.

Alhamdulilah, kami menikmati makan siang dengan lahapnya. Semua atas izinNya. Kebersaman itulah yang utama agar bisa menjalin keluarga bahagia. Canda tawa membersami sore itu. 

Akhirnya kami pulang dengan perut kenyang. Jika teman-teman ingin pergi ke sini, silakan saja. Murah kok, tak akan merogoh uang banyak. So, teman-teman bisa mengagendakan kuliner di sini. Umpama dari Semarang teman-teman bisa lewat  Bawen kemudian ke arah jalan lingkar menuju arah Salatiga. Nanti teman-teman mencari pemandian Muncul yang terkenal dengan sumber air yang jernih. Nah, tempatnya di depan persis. Kalau dari Solo bisa belok di Jetis lalu menuju arah Ambarawa. Kemudian sampai di pemandingan muncul akan ditemukan warung Mbak Toen yang sudah dikenal di mana-mana.  

“Ke mana lagi nih,” tanyaku pada anak-anak.

“Lanjut duren brongkol dong,” serempak anak-anak menyahut.

Saya langsung pegang perut. Masih mampukah perut ini? Tunggu cerita selanjutnya.

Banyubiru, 27 Januari 2022

Rabu, 05 Januari 2022

Suasana Jalanan Menuju Masjidil Haram ( 33)

 Suasana Jalanan Menuju  Masjidil Haram ( 33)

Menjadi suatu kebahagiaan kala saya dan jemaah bisa berkesempatan untuk bebas ke Masjidil haram. Hal ini disebabkan karena kami sudah selesai melaksanakan umroh dan wisata religi bersama rombongan. Kini saatnya jemaah bisa berlama-lama di Masjidil haram, masjid paling besar sedunia. 

Oleh karena itu, tidak disia-siakan waktu yang tersisa sebelum jemaah kembali ke tanah air. Tak terkecuali saya. 

Awalnya waktu yang ada saya gunakan untuk pergi ke Masjidil haram bersama mbak Endah dan anaknya. Hari lain dengan suami. Dari pagi jelang subuh kami sudah keluar hotel. Usai berwudhu kami bertiga menuju Masjidil haram. Mulai saat itu kami selalu membawa botol mineral  kosong untuk diisi air zam-zam. Selanjutnya sampai di hotel air zam-zam dimasukkan dalam wadah yang agak besar. Itu kami lakukan setiap pergi ke Masjidil Haram. 

Beberapa hari lalu saya sudah membeli botol plastik kosong untuk diisi air zam-zam. Dari rumah saya juga sudah menyediakan lakban. Siap untuk membalut botol air zam-zam. 

Perjalanan dari hotel ke Masjidil haram menurut saya sih tidak banget-banget jauh tetapi juga tidak dekat. Kurang lebih sepuluh sampai lima belas menit waktu yang digunakan untuk sampai di Ka'bah. 

Di depan hotel menara Masjidil haram sudah tampak jelas dengan lampu hijau yang menyala. Begitu agung menara tersebut. Jalanan menuju Masjidil haram tak pernah sepi. Selalu ramai dengan jemaah. Ada saja yang pulang ada pula yang berangkat. Sebagian besar jemaah umrah wanita memakai gamis hitam. Jarang sekali para jemaah perempuan yang memakai pakaian warna warni. Lebih banyak didominasi warna hitam. Sedangkan para lelaki sebagian besar memakai jubah putih.  Itu sebagian besar yang memakai orang dari berbagai negara. Sedangkan untuk orang Indonesia cenderung memandang celana panjang dan baju Koko warna putih. 

Beriringan kami menuju masjid dengan pelan-pelan sambil menikmati jalanan. Jalanan yang luas kami lalui. Lalu lalang mobil tak banyak. Sesekali kami temui orang berjualan Alquran dan gamis. Dan ada juga orang meminta-minta. 


Sesekali kami jumpai burung-burung yang sedang makan di pinggir jalan lalu terbang. Indah sekali burung-burung tadi. Pinggir jalan raya juga banyak pedagang berjualan. Toko besar juga kami lalui. Jalanan luas dan  tampak bersih. Petugas kebersihan selalu ada di sudut-sudut tertentu. 

Itulah jalanan saat akan menuju Masjidil Haram. 


 


Selasa, 04 Januari 2022

SEBUAH PILIHAN (1)

 


Setelah lulus dari SMEA/ sekarang SMK aku berniat bekerja. Tak terbesit sedikit pun ada keinginan kuliah mengingat aku dari keluarga biasa saja. Ayahku hanya sebagai juru ketik di pabrik perseroan Ngobo Karangjati sedangkan ibuku hanya berjualan kecil-kecilan di rumah.

Oleh karena itu aku mulai mendaftar di perusahan agar aku bisa menjadi pegawai atau menjadi sekretaris dan bisa membantu orang tua. Saat itu lulusan SMEA sebenarnya akan mudah mendapatkan pekerjaan. Karena memang jarang sekali orang bersekolah sampai sarjana. Namun, belum juga melamar pekerjaan ada saudara dari Ibuku menyarankan untuk kulih singkat di IKIP.

“Sudahlah kamu mendaftar di diploma saja, nanti kamu akan jadi guru, “ ucap beliau, paklik Yadi.

“Nggeh Paklik,” jawabku singkat walaupun agak ragu karena mampukah menjadi guru.  Sambil menunggu pengumuman aku melamar pekerjaan di  perusahaan roti yang terkenal di kotaku. Saya tak memikirkan pekerjaan kantoran. Tujuanya bisa bekerja itu saja.  Dan yang tak bisa terbayangkan saat ini adalah aku mendaftar pekerjaan tanpa membawa apa-apa. Tekadku bulat ingin bekerja. Aku hanya bermodal niat. Karena saat itu perusahaan memang membutuhkan tenaga produksi bukan tenaga berdasarkan skill.

            Pagi itu aku  datang ke pabrik roti sendirian. Depan pabrik itu sangat ramai sekali dengan para pelamar. Para pelamar hanya dikumpulkan di depan pabrik. Kemudian beberapa saat kemudian seorang pemilik pabrik menujuk-unujuk kami yang berdiri. Yang ditunjuk adalah yang diterima sebagai pekerja di pabrik tersebut. Aku pun termasuk yang ditunjuk.

            Pagi harinya aku  berangkat bekerja dan ditempatkan di bagian pengisian roti. Bau roti yang menyengat membuat kepalaku pusing apalagi saat itu bulan puasa. Entahlah aku  yang lulusan SMEA bercampur dengan para wanita yang sebagaian besar tidak seolah atau hanya tamatan SD. Saya enjoy saja. Ketika beberapa orang menegur dengan nada sinis pun kuterima dengan senyum.

            “Mbak… jenengan gak sungguh-sugguh bekerja kan. Besok kalau sudah masuk sekolah pasti berhenti bekerja kan? Tanyanya sambil memasukkan roti ke kaleng. Aku pun hanya senyum karena sampai kapan juga gak tahu.

            Semiggu sudah saya bekerja. Hari Sabtu pun aku  menerima upah dari seminggu, tetapi yang dibayarkan hanya 5 hari. Ini namanya menggantung katanya. Jadi yang sehari dibayarkan minggu depan. Upah berapa aku lupa. Yang aku  ingat ingin bekerja tanpa mikir status jadi apa. Penting memanfaatkan waktu sambil menunggu pengumuman perguruan tinggi. Saya tak banyak berharap saat itu. karena katanya lulusan smea agak sulit msuk perguruan tinggi.

            Selang dua minggu bekerja, ada sesorang yang datang ke rumah. Ternyata orang itu adalah pegawai perusahan tempat kerjaku. Ada apa ini kok sampai datang ke rumah. Setelah berbasa basi si Mbak e itu langsung menyampaikan maksudnya.

            “Mbak yanti, …kedatangan saya ke sini adalah ingin menyampaikan kalau Mbak mulai besok akan saya jadikan pegawai baru bukan lagi di bagian produksi nanti Mbak Yanti membantu saya mengontrol pekerja.

            Haaaa… saya hanya melongo mendengar tutur kata Mbak tadi. Senang campur ragu. Oleh karena itu saya hanya iyakan saja. Keraguan disebabkan

Sebelum bisa menjawab entah kenapa saya memutuskan keluar dari pabrik dan malah pergi bersama tetangga ke pekalongan. Berhari-hari saya ke pekalongan.

Sampai tiba saatnya pengumuman perguruan tinggi. Segera kubeli Koran. Dan tak kusuga jika aku diterima di IKIP semarang. Kegembiraan membuncah. Akhirnya aku  menjadi mahasiswa juga. Jurusan yang ketempuh pun sebenarnya tidak sesuai dengan ijazah yang kuterima di SMEA. Aku mengambil jurusan keterampilan jasa pilihan pertama karena ini sesuai dengan jurusan sekolahku yaitu tata buku. Namun, jurusan bahasa Indonesialah yang diterima. Ya tetap disyukuri. Saya memilih jurusan kedua itu karena kuakui mata pelajaran bahasa Indonesia sangat kusukai. Nilai bahasa Indonesia sejak SMP selalu bagus.

Hanya satu tahun aku  mengenyam di bangku kulaih IKIP N Semarang. Inilah kuliah terpendek saat itu. hanya ditempuh satu tahun. Mungkin untuk perekrutan guru yang saat itu benar-benar dibutuhkan. Namun, hal ini sudah membuat orang tuaku bahagia. Aku bisa mengenyam kuliah.walau hanya diploma satu.

Ibuku mempersiapkan segala sesuatu untuk bekal kost di semarang. Walaupun rumahku di Ungaran namun tetap aku harus kost karena transportasi amat sulit saat itu. Atas saran tetangga aku pun mendapatkan kost daerah Kelud Selatan Semarang. Hanya beberapa meter dari kampus  Sebuah tas besar dengan aneka kebutuhan siap dibawa. Dengan diantar oleh seorang lelaki, seorang pemuda yang bukan apa-apa dari keluarga kami mengantar sampai di kost. Waktu itu aku manut saja.

Rumah sederhana dan gak terlalu mewah siap aku huni selama kuliah singkat itu. Kalau tidak salah bayar kost hanya 35 ribu selama satu semester. Masih ingat waktu itu bahwa penghuni rumah itu sampai 30 orang. Semuanya putri. Sang pemilik rumah menempati di kamar belakang. Satu kamar dihuni tiga atau empat. Dengan dipan besi tingkat kami tidur. Kamar berukuran 2X3 dihuni oleh 3 orang. Apalagi di Semarang sangat panas sekali. Bisa bayangkan deh…seperti apa. Nah…saat itu aku bertiga dengan Mbak Mei, Mbak N dari jurusan matematika. Mbak Mei orannya gendut sehingga kasur yang tidak terlalu luas tidak bisa kami tempati berdua. Maka aku lebih sering tidur di lantai. Semarang hawanyayang panas. Justru tidur di lantai lebih  nyaman. Walau nyamuk selalu menjadi teman kami.

Sebuah perjuangan singkat kami lalui, dengan bekal yang pas aku harus bisa mengatur uang saku dari orangtua. Setiap pulang kampung, dan kembali ke kost, saya selalu diberi bekal beras, telur juga lauk sehingga saat di kost tidak terlalu banyak pengeluaran. Kadang telur satu saya beri kgandum dan sayuran sehingga bisa untuk makan pagi dan siang. Atau kami dalam satu kamar gentian membeli lauk dimakan bersama satu kamar.

Dalam pergaulan di kost yang baru pertama aku rasakan tentu ada percik-percik. Awalnya memang kami masak bersama. Biasa ada perbedaan pendapat dalam satu kost itu biasa. Entah masalah makan, tempat tidur dan lain-lain.

Kulalui dengan gembira, tawa bersama dalam rangka menjadi guru. Jabatan yang tak kuduga sama sekali. Alhamduliah aku juga mendapat teman yang bisa sehati dan sampai saat ini  terjalin erat setelah tiga puluh tahun terpisahkan. Ah… walau sekolah singkat banyak kenangan yang terukir indah. Bersama-sama mengukir indah walau hanya sekejab. Karena awal Februari artinya selang satu semester kami harus praktik mengajar di sekolah. Bisa bayangkan, kami masih unyu-unyu harus menjadi guru yang tentunya muridnya sudah lumayan besar. Aku mendapatkan tugas untuk prkatik di SMP swasta di daerah jalan Citarum Semarang. Aku pun mendapat kan kost yang dekat dengan tempat meegajar.

Dengan bertekad keberanian aku harus mengajar kelas 1 SMP tersebut dengan pembimbing Bapak Busro guru senior sekolah tersebut. Sehari semalam aku tak bisa tidur, harus belajar mengucapkan kata-demi kata di depan kelas. Sekalipun belum pernah bicara di depan kelas. Namun keberanian kubangun. Dengan mengafalkan sebuah materi, mempergakan di depan kaca proses mengajar pertama berjalan lancar. Murid-murid swasta yang cenderung besar-besar bisa  kuatasi.

Percik-percik cinta hadir. Ada kejadian singkat yang masih dalam memori. Seorang lelaki yang sudah lulus pasca sarjana memberi surat padaku. Aku saat itu kurang tahu pascasarjana itu lulusan apa maklum kuliah saja baru beberapa bulan. Gemetar juga saat itu. karena bertemu saja belum pernah. Dan ternyata setelah selidik punya selidik orangnya sudah jauh lebih tua dariku. Entahlah akhirnya kujawab juga surat itu dengan kata aku masih sekolah dulu.

Setahun sudah aku mengeyam di Semarang sebagai mahasiswa singkat. Proses wisuda pun kami lalaui. Akhirnya sebuah ijazah diploma kami terima. Pulanglah kami ke kampung halaman, siap mengabdi sebagai guru.

 

Selepas lulus sekolah kilat

Seminggu setelah lulus, aku tak mau diam. Segera aku kunjuni dua sekolah sekaligus. Yang pertama adalah sekolahku dulu dan sekolah SMP lain . Dan dua-duanya menerima aku. Selam dua hari aku mengajar di sekolahku dulu, sisanya saya mengajar di SMP lain. Namun awalanya bukan mengajar tetapi membantu di perpustakaan. Ya jalani saja. Kalau ada jam kosong baru saya disuruh ngisi.  Nah di dua sekolah ini ada percik-percik memori yang mungkin berkesan di hati di hati.

            Gadis seusiaku pada umumnya sudah mengenal cinta. Namun tidak dengan diriku. Maksudnya yang serius lho. Kalau cuma saling naksir saling suka sebatas itu pernah sih. Walau kadang bertepuk sebelah tangan. Nah, yang serius ya adalah saat itu.

Sebut saja namanya Mas Pras. Dia adalah seorang pegawai swasta di sebuah perusahaan kontraktor. Kami berteman sudah lama, teman dalam suatu perkumpulan di desa. Kami saling jumpa tetapi sebatas teman. Hingga suatu hari dia mengirim surat. Hem..surat berwarna merah jambu. Dulu belum ada HP satu-satunya ya surat. Surat berwarna merah jambu itu disampaikan seseorang. Debar jantungku berpacu.  

Gemetar kubuka surat yang mungkin baru pertama setelah aku sudah bekerja. Dan… sejenak aku terpana dengan baris- baris yang rajin dalam rangkain kata-kata yang menggelora. Kubaca kata demi kata kalimat yang menyentuh jiwa. Sesaat aku diam. Seolah mendengar ucapan dia dari bibirnya. Wajahnya kembali melintas di mataku. Sosok lelaki yang diam, berpostur tubuh biasa, lugu mengusik hatiku. Namun entahlah, aku tak merasakan kebahagiaan. Adanya sedikit galau karena tidak tahu harus bagaimana. Tak ada rasa yang bersemayam di hati. Mungkin karena dia sudah kuanggap kakak dalam pertemanan. Akhirnya surat kuletakkan di laci meja kerjaku. Kubiarkan hatiku mengembara ke mana-mana.

            Selang beberapa minggu surat datang lagi. Dan malamnya datang ke rumah dengan membawa sejuta kata. Aku diam. Mata dan hatiku belum bisa menerima cintanya. Jadi aku pun menjawab kalau aku belum bisa menerima cintanya. Aku ingin konsentrasi dengan pekerjaan. lagian  juga masih menunggu SK yang belum datang. Mas Pras mengiyakan. Dan katanya tetap akan menunggu. Duh…orang ini kok ngebet banget sih. Ya mungkin usianya sudah matang maka ingin menyegerakan.

Hampir tiap minggu terus mengirim surat. Kata-katanya membumbung tinggi. Tulisan nya pun rapi. Sudah berulangkali juga kusampaikan jika aku masih ingin sendiri. namun orang ini nekat juga. mungkin masalahnya, aku tetap ramah padanya tak sedikitpun kutampakkan rasa benci padanya.

            Entah kenapa ia menganggap jika aku menerima cintanya. Terbukti semua teman sekolah tahu. Padahal satu katapun belum bergulir di bibirku. Sempat seorang teman satu sekolah tempat aku mengajar menememuiku sepulang sekolah, namaya pak santoso

            “Mbak.. saya ingin bicara sebentar dengan mbak,” kata Pak San sambil menaikkan kaca mata. Aku tergagap. Sorot matanya serius ingin bicara dengan saya. Kami pun duduk berhadapan di ruang guru yang saat itu sudah sepi karena sudah jam pulang.

            “ Apakah Mbak berpacaran dengan Mas Pras. Dia kan satu desa denganku. Kata Pak San mantap. Orang yang dulu guruku  dan kini jadi teman sekantor tetap  kuanggap guruku.

            Aku tak mengiyakan tetapi juga tak menampik kat-kata beliau. Lantas beliu mengatakan sebaiknya hati-hati. Itu saja yang disampaikan. Selanjutnya aku hanya bertanya-tanya apa maksud hati Pak San dengan kata-kata itu.

            Bulan demi bulan hubunganku dengan Mas Pras masih dingin. Tetapi yang aneh, saat di berkunjung ke rumah aku tak mengusirnya, tetap kutemui seperti layaknya seorang tamu lain. Namun, Mas pras beda tanggapannya. Dia menganggap aku pacarnya. Banyak orang menganggapnya begitu. Aku hanya diam ketika semua orang menganggap aku berpacaran. Hingga ahirnya di memberanikan diri ingin memyegerakan untuk meminang dengan ingin menemui orangtuaku. Aku pun kaget atas kata-katanya yangdisampaikan dalam surat.

            Segera kujawab, aku belum siap. Nah kata-kata inilah yang mungkin memberi harapan padanya. Akuhanya berpikir saat itu siapa tahu aku pelan-pelan bisa mencintainya. Namun entahnya tidak ada rasa apa-apa. Aplagi ketika dia mengajak serius dengan akan mendatangkan kedua orangtuanya.

            Waktu berlalu, kami pun tetap saling bertemu walau dalam pertemuan  belum ada tanda kalau aku mengiyakannya.

            Aku tetap mengajar di dua sekolah walau hanya mendapat gaji secukupnya. Sebenarnya aku juga sudah mendaftar ke sekolah lain, namun selalu saja jawabanya sama yaitu kalau mendapat SK nantinya repot. Akhirnya kujalani dengan senang hati untuk mengabdi di dua sekolah. Hubungan dengan Mas Pras biasa saja, dia jarang ke rumah.

 

 

 

 

Senin, 03 Januari 2022

Restoran Wong Solo Jeddah ( 32)

 


Jika kita umroh, bisa dipastikan diajak biro untuk belanja. Salah satu tempat yang selalu dikunjungi jemaah Indonesia adalah di tempat oleh-oleh di Jeddah. 

Kami pun menggunakan dua bus menuju Jeddah untuk berbelanja karena sebentar lagi akan pulang. Sebuah perjalanan yang menyenangkan saat itu. 

Selama dalam perjalanan, kami diberi penjelasan tempat-tempat bersejarah. Beberapa jam kemudian kami sampai di tempat yang dituju yaitu pertokoan yang selalu dikunjungi jemaah Haji atau umrah dari Indonesia. 

Dua bus diparkir agak jauh dari pertokoan. Kali ini saya bisa bersama suami. Jalanan amat luas dengan lalu lalang orang menyeberang. Kami pun turun dari bus. Ada pemandangan lain saat kami turun dari bus. Banyak sekali orang berkulit hitam berada di dekat bus. Rambutnya keriting. Jumlah orang yang benar-benar hito ini banyak sekali. Tampaknya bukan orang Arab Saudi. Mereka mendekati kami untuk meminta-minta. 

Itulah pemandangan lain yang kami temui di tempat ini. Selanjutnya kami menyeberang agar sampai di tempat pertokoan. Tampak pertolongan berjajar dengan nama Indonesia. Ada restoran Wong Solo, bakso Mang Udin, toko Amir, toko Ali dan lainnya yang semuanya menggunakan bahasa Indonesia. 

Di depan pertokoan banyak pedagang kalau di Indonesia namanya pedagang kaki lima. Para pedagang tersebut menawarkan dengan bahasa Indonesia. Walaupun bukan dari Indonesia ternyata banyak yang mahir bahasa Indonesia. 

Saat itu banyak sekali jemaah Indonesia berada di tempat tersebut. Tawar menawar pun terjadi. Berbagai macam pakaian Islami mulai mukena, sarung, peci, sajadah dipajang di tempat jualan yang terbuka. 

"Silakan dibeli, sarung, peci, mukena," ucap lelaki tinggi dengan kata-kata jelas walaupun logat agak lain. 

Kami pun berjalan akan menuju restoran Wong Solo untuk makan siang. Di samping restoran para pedagang mempersilakan kami untuk masuk ke tokonya. Sebenarnya ingin segera masuk tetapi kami memang harus makan siang dulu. 

Papan nama restoran Wong Solo sudah di depan kami. Kami pun diajak menuju lantai dua. Ada tangga untuk menuju ke lantai dua. Beberapa jemaah sudah banyak yang sudah menikmati hidangan. 

Tampak ruangan atas lumayan luas. Berbagai hidangan Indonesia tersedia. Meja-meja dan kursi tertata rapi. Segera saya pesan makan dengan ayam goreng dan es teh. 

Pelayanan restoran Wong Solo amat ramah dengan bahasa Indonesia yang luwes. Tampaknya ada yang asli orang Indonesia.

Usai makan kami turun untuk menuju toko Ali. Sangat ramai sekali pengunjung yang akan berbelanja. 

"Mari-mari silakan belanja!" Seorang lelaki muda berkulit hitam dan berhidung mancung itu berulang kali mempromosikan tokonya. 

Hampir semua jemaah dari rombongan kami masuk semua. Saya pun masuk bersama suami. Woh banyak amat dagangannya. Berbagai macam oleh-oleh tersedia komplet.

Saya pun awalnya melihat-lihat saja. Kemudian saya membeli coklat dengan bungkus kecil-kecil dan warna-warni. Aneka parfum tersedia komplet. Tas maupun dompet, hiasan dinding banyak dipajang. Karena keasyikan saya kehilangan jejak suami. 

Saya lalu naik ke lantai dua sambil mencari suami. Rupanya banyak teman yang sedang salat dhuhur di lantai atas. Saya pun memutuskan untuk salat. Rupanya suami ada di lantai dua dan sudah salat. 

Usai salat saya cari suami. Alhamdulillah ketemu. Suami sedang membeli peci di sebelah barat. Lantai atas lumayan ramai. Kebanyakan yang dijual di lantai atas adalah pakaian. 

Sama dengan lantai bawah, pelayannya bisa berbahasa Indonesia. Jadi komunikasi lancar. Jika mau bayar dengan rupiah juga dilayani. Tentu saja disesuaikan dengan uang riyal.

Karena sudah cukup kami pun memutuskan untuk kembali ke bus. Kami pun pulang menuju hotel. 



Minggu, 02 Januari 2022

Mengenal Museum Jenang Kudus (2)

 

























            Salah satu makanan khas Kudus selain soto kudus adalah jenang. Tidak asing lagi makanan yang terbuat dari tepung ketan, gula jawa dan kelapa ini di lidah orang Jawa.  Sudah lama saya mengenal jenang yang rasanya manis ini , tetapi kabar tentang Museum Kudus baru saja saya dengar.

            Usai menghadiri acara pernikahan, kami menuju Museum Jenang. Rasa penasaran terus terselip di hati, kala kami menuju meseum. Berbagai pikiran muncul. Tibalah kami di depan museum. Di depan gedung bertingkat dua ini terpampang tulisan Museum Jenang. Bayangan saya ada yang memasak kemudian kami mencicipi. Namun, dugaan tersebut salah.

            Kami bersama-sama memasuki gedung utama. Kami diwajibkan memakai masker dan cuci tangan yang berada pada pintu masuk. Sebuah toko dengan aneka jenis jenang tertata apik di etalase dan rak-rak indah. Kami tidak belanja terlebih dahulu tetapi langsung diarahkan untuk masuk museum yang berada di belakang toko persis.

            “Ayo, kita masuk museum dulu setelah itu berbelanja,” ajak Bu Mia dengan senyum.

            “Ya, Bu.”

            Kami langsung mengikuti Ibu-ibu lain yang sudah dahulu naik ke lantai dua. Petugas menghitung jumlah yang masuk. Tiket masuk seharga sepuluh ribu rupiah.

            Tidak terlalu lama kami sampai di lantai dua. Sebelah kiri ada café yang menghadap ke luar. Pengunjung bisa juga menikmati hidangan sebelum melihat museum.  Ada replika sepeda motor dan vespa yang terbuat dari kayu berada pada batas museum dan café.  Bentuknya apik banget. Persis seperti asli. 

            Kami turun sedikit untuk sampai pada museum jenang. Dalam ruangan yang tidak terlalu luas ini ada berbagai miniatur. Kali pertama kami diperlihatkan sebuah patung seorang lelaki berpakaian putih sedang mengaduk jenang dalam wadah besar. Tampak jenang tiruan persis seperti jenang beneran. Di bawahnya ada perapian. Ada bara api buatan seolah benar-benar api. Di tengah ada miniatur Menara Kudus. Seperti biasa kami langsung berfoto bersama, ada yang pengen foto sendiri. Dekat gapura menara ada diorama sebuah pasar yang penuh dengan pedagang seperti layaknya pasar beneran.

            Selanjutnya kami masuk ke ruang lain yang ternyata banyak koleksi yang tak boleh kami lewatkan. Di tembok ada  tulisan apik Jusjigang Building. Kami pun masuk di ruangan yang bersih dengan berbagai replika antara lain replika Alquran, Sebuah ukiran tulisan emas Al- Ikhlas apik berdiri di tengah. Ada juga miniatur Kabah. Di sini pun kami tak melewatkan untuk mengambil gambar.

            Kami, terutama ibu-ibu benar-benar heboh karena ingin mengabadikan momen yang indah ini. Ada sebuah miniatur kapal. Beberapa teman langsung naik di atas. Berpose layaknya kapal Titanic. Benar-benar seru ibu-ibu Gridaba.

            Tak ketinggalan saya berpura-pura mengaduk jenang yang masih dalam wajan. Tampak ada kayu bakar yang ada bara apinya. Di sampingnya ada kelapa yang sudah dikeringkan.

            “Ayo Bu Asih mencoba membatik,” ucap saya dan bersiap-siap untuk ambil gambarnya. Bu Asih langsung mengambil canting lalu memperagakan seolah sedang membatik pada kain putih. Kudus terkenal juga dengan rokok. Tak heran jika ada juga miniatur wanita sedang meracik rokok.

            Kami pun menemukan  ruangan dengan dua orang-orangan tanpa kepala memakai pakai adat Kudus. Baju berwarna biru dengan jarit coklat batik, selendang lurik serta ada asesoris berwarna emas menggantung di baju. Kita pun bisa berfoto dengan kepala diletakkan tepat di atas.

            Ada yang menarik untuk sesaat saya harus diam mengamati sebuah tulisan-tulisan dalam figura. Ternyata ada puisi Emha Ainun Najib, puisi Jumari HS, sejarah tokoh sang penemu Kretek Nusantara yaitu  Haji Djamhari dari Kudus.

            Masih banyak hal lain yang menarik. Kami terus  mengambil gambar tiada henti.  Inilah keseruan kami kala berkumpul. Benar-benar menggembirakan. Akhirnya kami harus keluar karena sudah ditunggu bapak-bapak. Tak keringgalan kami membeli oleh-oleh jenang yang memang amat enak rasanya, Saya membeli satu kotak dengan rasa wijen.

            Momen istimewa bersama keluarga besar Gridaba benar-benar terkesan. Akhirnya kami bersama-sama menuju mobil untuk melanjutkan perjalanan pulang. Perjalanan dengan jalur Semarang kami lalui dengan membawa sejuta kenangan. Hujan datang ketika sampai rest area Ungaran. Alhamdulilah kami sampai rumah dengan selamat.

 

Ambarawa, 2 Januari 2022

Sabtu, 01 Januari 2022

Indahnya Kebersamaan (1)












            Kamis, tanggal 30 Desember kami, keluarga besar SMPN 2 Banyubiru akan menghadiri pernikahan Bu Restu di Kudus. Kami bersama dalam tiga mobil menju ke  Colo K    Pagi sekali saya sudah sampai sekolah. Ada tiga mobil ELP yang siap mengantar kami menuju Kudus. Kami terbagi dalam tiga kelompok  yaitu kelompok Ambarawa, Kebumen, dan kelompok Salatiga. Kelompok Ambarawa dan Kebumen berkumpul di Sekolah sedangkan kelompok Salatiga berkumpul di Patung Singo.

            Kurang lebih pukul 07.30 kami keluar dari Banyubiru. Udara amat cerah dengan perasaaan yang senang karena akan bersama- sama ke Kudus. Sampai di Salatiga teman-teman sudah siap untuk menaiki mobil. Tiga mobil meluncur bersama menuju Kudus. Kami sepakat lewat jalan Bringin.

             Saya duduk manis di belakang sopir bersama Bu Rubinah dan Bu Ira yang merupakan pegawai Tata Usaha di Gridaba yang sudah purna. Lagu merdu mengiringi perjalanan kami. Perjalanan yang menyenangkan karena pemandangan hutan jati menjadikan kami terlena. Kami banyak diam walaupun ada Bapak-bapak di jok belakang. Sesekali saja kami saling canda. Setelah melewati Demak, kami sampai di kota Kudus. Icon kota Kudus telah kami lewati kemudian menuju desa Colo. Tak lama kemudian jalan menanjak menuju Colo, yang merupakan tempat wisata religi yaitu Sunan Muria.

            Untuk sampai rumah calon penganten kami melewati pos masuk objek wisata Muria. Mobil berhenti.

            “Pak. kami rombongan tamu pernikahan Pak,” ucap Pak Sopir. Tujuannya agar kami tak ditarik karcis.

            “Dari mana Mas,” tanya petugas

            “Dari Ambarawa.”

            Setelah mendapatkan penjelasan, kami pun diperbolehkan masuk jalan menuju objek wisata. Namun, kami tidak akan berwisata ke sana karena berbagai pertimbangan. Tujuan kami menghadiri pernikahan Bu Restu, guru seni rupa.

            Tak lama kemudian kami sampai di tempat acara. Rumah dengan penuh dekor cantik kami masuki. Suasana amat ramai. Para tamu memenuhi ruang depan maupun samping.

            “Mana ya pengantinnya?”gumamku. Saya belum melihat tempat pelaminan masih kosong. Mungkin masih berdandan. Kami pun menempati di ruang tengah. Sedangkan bapak-bapak berada di samping rumah. Kami duduk melingkar. Di tengah ada meja dengan aneka jajanan dalam toples maupun piring. Ada lemper, apem,  roti, pisang goreng, hongkue pisang, dan hidangan lainnya. Kami segera menyantap walaupun belum bertemu sang pengantin.

            “Ini nogosari,” ucap Bu Ita. Bu Wal langsung menimang-nimang bungkusan hijau. Mungkin ragu antara nogosari atau lemper. Bentuknya memang mirip.

            “Ini lemper kok Bu,” ucap Bu Mia.  Setelah dibuka ternyata benar itu lemper. Ya kadang jenis  makanan sama tapi beda bentuk.

            Tak lama kemudian seorang berseragam batik coklat membawa piring dan diletakkan di meja. Rupanya makan siang sudah siap kami santap. Rawon daging (konon daging kerbau) siap kami santap. Selanjutnya menu lain kembali ada, yaitu bakso. Semuanya amat lezat di mulut. Mungkin setelah perjalanan lama, perut kami lapar.

            “Hem, perut jadi kenyang nih,” gumamku. Sambil menunggu bakso dalam mangkok kecil datang, Bu Nur menyentuh saya.

 

            “Ayoo, wartawane siap ambil gambar, ” kata Bu Nur Mualifah, guru IPA yang suka menulis. Saya paham, ini pasti akan jadi modal tulisan.

            “Siap,” ucapku sambil berdiri

            “Ayo senyum-senyum!” Saya mulai jeprat jepret pada saat teman-teman bercanda ria sambil menikmati hidangan. Inilah indahnya kebersamamaan bersama keluarga Gridaba.  Senyum menawan mewarnai sesi foto sesaat. Selanjutnya kami menuju ruang depan. Siap berpamitan dan foto dengan pengantin.

            Sepasang pengantin tersenyum manis. Bu Restu amat cantik dengan gaun hijau muda. wajahnya super glowing dengan dandanan yang amat bagus sehingga benar-benar terpana. Sedangkan pengantin pria tampak ganteng dengan jas hitam. Hemm jadi ingat saat jadi pengantin dulu. wkkk

           Kami pun berfoto bersama dengan pengantin. Senyum merekah dengan berbagai gaya siap diambil gambarnya. Mas fotogrefer dengan sabar mengambil gambar kami. Akhirnya kami bersalaman untuk pamit.

 

            “Selamat berbahagia Bu Restu semoga menjadi keluarga samawa,” ucap kami saat menyalami Bu Restu dan suaminya. Kami keluar rumah kemudian salat dhuhur di depan rumah Bu Restu.Kami. para ibu salat berjamaah di Mushola. Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan menuju Museum Jenang di Kota Kudus.

           

Ambarawa, 1 Januari 2022