Salah satu makanan khas
Kudus selain soto kudus adalah jenang. Tidak asing lagi makanan yang terbuat
dari tepung ketan, gula jawa dan kelapa ini di lidah orang Jawa. Sudah lama saya mengenal jenang yang rasanya
manis ini , tetapi kabar tentang Museum Kudus baru saja saya dengar.
Usai menghadiri acara
pernikahan, kami menuju Museum Jenang. Rasa penasaran terus terselip di hati,
kala kami menuju meseum. Berbagai pikiran muncul. Tibalah kami di depan museum.
Di depan gedung bertingkat dua ini terpampang tulisan Museum Jenang. Bayangan
saya ada yang memasak kemudian kami mencicipi. Namun, dugaan tersebut salah.
Kami bersama-sama
memasuki gedung utama. Kami diwajibkan memakai masker dan cuci tangan yang
berada pada pintu masuk. Sebuah toko dengan aneka jenis jenang tertata apik di etalase
dan rak-rak indah. Kami tidak belanja terlebih dahulu tetapi langsung diarahkan
untuk masuk museum yang berada di belakang toko persis.
“Ayo, kita masuk museum
dulu setelah itu berbelanja,” ajak Bu Mia dengan senyum.
“Ya, Bu.”
Kami langsung mengikuti
Ibu-ibu lain yang sudah dahulu naik ke lantai dua. Petugas menghitung jumlah
yang masuk. Tiket masuk seharga sepuluh ribu rupiah.
Tidak terlalu lama kami
sampai di lantai dua. Sebelah kiri ada café yang menghadap ke luar. Pengunjung
bisa juga menikmati hidangan sebelum melihat museum. Ada replika sepeda motor dan vespa yang
terbuat dari kayu berada pada batas museum dan café. Bentuknya apik banget. Persis seperti
asli.
Kami turun sedikit
untuk sampai pada museum jenang. Dalam ruangan yang tidak terlalu luas ini ada
berbagai miniatur. Kali pertama kami diperlihatkan sebuah patung seorang lelaki
berpakaian putih sedang mengaduk jenang dalam wadah besar. Tampak jenang tiruan
persis seperti jenang beneran. Di bawahnya ada perapian. Ada bara api buatan
seolah benar-benar api. Di tengah ada miniatur Menara Kudus. Seperti biasa kami
langsung berfoto bersama, ada yang pengen foto sendiri. Dekat gapura menara ada
diorama sebuah pasar yang penuh dengan pedagang seperti layaknya pasar beneran.
Selanjutnya kami masuk
ke ruang lain yang ternyata banyak koleksi yang tak boleh kami lewatkan. Di
tembok ada tulisan apik Jusjigang
Building. Kami pun masuk di ruangan yang bersih dengan berbagai replika antara
lain replika Alquran, Sebuah ukiran tulisan emas Al- Ikhlas apik berdiri di
tengah. Ada juga miniatur Kabah. Di sini pun kami tak melewatkan untuk
mengambil gambar.
Kami, terutama ibu-ibu
benar-benar heboh karena ingin mengabadikan momen yang indah ini. Ada sebuah miniatur
kapal. Beberapa teman langsung naik di atas. Berpose layaknya kapal Titanic.
Benar-benar seru ibu-ibu Gridaba.
Tak
ketinggalan saya berpura-pura mengaduk jenang yang masih dalam wajan. Tampak
ada kayu bakar yang ada bara apinya. Di sampingnya ada kelapa yang sudah
dikeringkan.
“Ayo Bu Asih mencoba
membatik,” ucap saya dan bersiap-siap untuk ambil gambarnya. Bu Asih langsung
mengambil canting lalu memperagakan seolah sedang membatik pada kain putih.
Kudus terkenal juga dengan rokok. Tak heran jika ada juga miniatur wanita
sedang meracik rokok.
Kami pun menemukan ruangan dengan dua orang-orangan tanpa kepala
memakai pakai adat Kudus. Baju berwarna biru dengan jarit coklat batik,
selendang lurik serta ada asesoris berwarna emas menggantung di baju. Kita pun
bisa berfoto dengan kepala diletakkan tepat di atas.
Ada yang menarik untuk
sesaat saya harus diam mengamati sebuah tulisan-tulisan dalam figura. Ternyata
ada puisi Emha Ainun Najib, puisi Jumari HS, sejarah tokoh sang penemu Kretek
Nusantara yaitu Haji Djamhari dari
Kudus.
Masih banyak hal lain
yang menarik. Kami terus mengambil gambar
tiada henti. Inilah keseruan kami kala
berkumpul. Benar-benar menggembirakan. Akhirnya kami harus keluar karena sudah
ditunggu bapak-bapak. Tak keringgalan kami membeli oleh-oleh jenang yang memang
amat enak rasanya, Saya membeli satu kotak dengan rasa wijen.
Momen istimewa bersama
keluarga besar Gridaba benar-benar terkesan. Akhirnya kami bersama-sama menuju
mobil untuk melanjutkan perjalanan pulang. Perjalanan dengan jalur Semarang
kami lalui dengan membawa sejuta kenangan. Hujan datang ketika sampai rest area
Ungaran. Alhamdulilah kami sampai rumah dengan selamat.
Ambarawa, 2 Januari 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar