Rabu, 04 Juli 2018

SATU JAM BERSAMA PAK PENG

Foto : koleksi pribadi


HANYA satu jam saya bisa mengobrol dengan Pak Peng, penulis 20 buku dari Pati ini. Namun, pertemuan singkat hari Sabtu, 30 Juni 2018 itu  sangat berarti bagi saya. Walaupun baru saja berkenalan kami merasa sangat akrab.

Pada pukul 10. 00 saya chat pada Beliau  kalau saya sudah sampai di Pati. Alhamdulillah beberapa menit kemudian Pak Peng mengabari kalau saya dan keluarga untuk  menuju stadion Pati. Dan kami bersyukur karena Pak Peng berkenan menjemput kami di Pom Bensin Joyo Kusumo.

Hanya beberapa menit kemudian kami sampai di rumah Pak Peng yaitu di Perum Bukit Rendole Asri, Pati.
Dengan senyum ramah, Pak Peng dan Ibu menyambut kami. Sebuah penghormatan yang hangat kami rasakan. Seperti sudah kenal lama, obrolan tentang dunia kepenulisan tiada henti.

Pak Peng ternyata sudah malang melintang dalam dunia kepenulisan. Sejak masih duduk di SMP sudah mulai menulis. Kini  ada 20- an buku telah di terbitkan di berbagai penerbil.  Tampak deretan cover buku menghiasi dinding rumah.
Pak Peng juga prihatin tentang daya minat baca di negara kita amat rendah. Dengan menulis, beliau ingin menggerakkan dunia literasi.


Foto: koleksi pribadi

Menulis itu butuh kesungguhan hati. Kita harus merancang dengan baik sebuah karya agar mudah dimengerti oleh pembaca. Tidak bisa menulis dengan cepat. Kalau nulis dengan cepat pasti hasil tidak maksimal. Butuh berbagai referensi untuk sebuah buku. Oleh karena itu seorang penulis harus juga gemar membaca.

Namun sayang kita kadang enggan untuk membeli buku. Pak Peng pun memberi contoh untuk saling menghargai karya teman dengan membeli buku, tidak gratis. Kalau tidak ya saling barter buku.

Memang orang yang tidak tahu butuh waktu dan perjuangan untuk mewujudkan sebuah buku. Jadi kalau ada yang tiba-tiba minta gratis berarti orang tersebut belum tahu dunia kepenulisan.

Kala saya katakan bahwa saya akan memberi buku, Beliau tidak mau. Maunya ya harus membeli. Inilah salah contoh yang harus ditiru. Beda kalau kita memberi hadiah kepada orang yang sudah membeli buku. Itu sah-sah saja.

Ada hal yang membuat kagum diri ini ketika beliau menunjukkan kotak berwarna coklat. Awalnya saya bingung, tetapi Ibu Peng menjelaskan bahwa kotak itu berisi  KC ( Kartu Catatan).

Mata saya tak berkedip kala Pak Peng menunjukkan KC yang dimasukkan amplop putih. KC  tersebut  tersusun rapi dalam kotak yang sudah bertahun-tahun keberadaannya. Saya tak habis-habisnya mengerti bahwa Pak Peng begitu telaten mendokumentasikan hasil membaca dalam KC.

Jadi, apa pun yang beliau baca, ditulis kembali dalam catatan yang disebut KC. Awalnya Pak Peng menulis kembali dalam bahasa lain atau inti-inti bacaan dalam kertas yang berukuran sama.

Foto: koleksi pribadi

Setelah diprint out kertas tersebut digunting lalu dimasukkan dalam amplop. Satu amplop berisi beberapa kertas berukuran kecil yang berisi inti sari satu buku. Hal ini ternyata sudah ditekuni selama bertahun-tahun. KC ini amat berguna untuk menulis buku.

Luar biasa ide cemerlang beliau. Saya pun jadi ingat kata Mengikat Makna_ yang disampaikan oleh  Almarhum Bapak Hernowo dari buku Free Writing.

Benar juga, KC hampir sama dengan Mengikat Makna Pak Hernowo. Jadi, apa pun yang kita baca kita dokumentasikan atau diikat atau ditulis kembali dalam  KC.
Alhamdulillah satu jam bersama Pak Peng rasanya begitu singkat. Banyak hal yang tidak bisa kami teruskan karena kami harus meneruskan perjalanan. Walaupun sebenarnya hati ini ingin berguru untuk menimba ilmu dengan Penulis buku keren Korita.

Beberapa buku karya beliau pun telah saya beli. Dan Beliau menepati janji tidak akan mau digratisi buku. Buku _Kutemukan Diriku pada Dirimu_  akhirnya dibeli beliau. Sebuah kebahagiaan ketika karya dihargai oleh orang lain. Katanya sesama penulis harus saling membeli buku.
Saya melihat bahwa beliau tidak _eman-eman_membeli buku. Katanya bahwa buku membawa berkah. Kalau kita suka membeli buku, karya kita akan juga dibeli oleh orang lain.

Pertemuan singkat yang membahagiakan lagi saat itu adalah kala hadiah atau bonus beberapa buku saya terima. Woh..tak diduga pertemuan hari itu selain jalin silaturahmi juga membawa rezeki. Sebuah novel, buku tebal karya Bambang  Trim bisa saya bawa pulang sebagai hadiah pertemuan kala itu. Pak Peng memamg orang yang sudah menjadi penulis top tapi tetap santun, tak sombong dan rendah hati. Tidak pelit sebarkan ilmu, terbukti beberapa grup kepenulisan dipimpinnya tanpa berbayar.

Beliau amat bersuka cita ketika kami berkenan bertemu di rumahnya.  Jiwa saling berbagi ternyata ada pada diri Pak Peng. Terima kasih Pak Peng semoga amal ibadah Bapak mendapat balasan dari Tuhan.

Satu jam sudah pertemuan dengan Pak Peng dan keluarga menjadi memori terindah dalam diri saya.  Semoga saya bisa terinspirasi beliau. Dan bisa sama-sama menyebarkan dunia literasi.

Ambarawa, 5 Juli 2018




Rabu, 27 Juni 2018

BELAJAR DARI POHON JAMBU

Foto: koleksi pribadi


Sebelum pilkada kemarin, saya  bersama suami ke kebun belakang rumah. Ya selalu bersama karena kami sama-sama libur.

Suami menebang pohon pisang, saya mengambil buah sirsak yang matang. Alhamdulillah saya bisa memetik beberapa sayuran dan buah yang ada.

Saat itu saya lihat beberapa jambu jatuh. Tampak juga beberapa jambu dimakan jodot. Ah...memang lama saya tidak ke kebun. Jadi tidak tahu keadaan kebun. Betapa eman-eman jambu yang jatuh karena busuk. Hal ini karena buah jambu cenderung dimakan ulat. Sebesar apapun buah matang dalamnya ada ulatnya.

Memang seharusnya sejak dini buah dibungkus dengan plastik bening. Tak menunggu lama, saya ambil plastik bening 1 kg an. Satu persatu saya bungkus. Awalnya yang mudah saya jangkau. Kalau yang tinggi, pelan-pelan saya raih tangkainya.

Alhamdulilah kalau diniati tak butuh waktu lama untuk membungkus jambu yang masih kecil-kecil itu. Dan insyaallah buah jambu akan tumbuh besar tanpa dimakan ulat.

Intinya kalau kita merawat pohon apapun kita akan menuai hasil. Ya bisa kita analogikan kalau kita punya passion apapun ya dirawat. Jangan dibiarkan begitu saja. Kita harus merawat juga.

Begitu juga dengan hidup ini. Untuk bisa meraih kebahagiaan hidup kita harus merawat diri dengan beribadah yang tekun.  Sirami hati dengan selalu bersholawat, bersedekah, berzikir, membaca Alquran. Insyaallah kebahagiaan akan kita nikmati. Tak lupa kita selalu bersyukur dengan lisan dan perbuatan.

Ambarawa, 28 Juni 2018.