Rabu, 25 Januari 2023

Resensi : Menggapai Cintamu

Judul buku       : Meraih Hatimu dalam Badai

Penulis             : Yekti Sulistyorini

Penerbit          : Diandra Kreatif

Cetakan           : Pertama, September 2020

Tebal               : iv +314 halaman

ISBN                 : 978-623-6747-08-7  


Memperjuangkan cinta sejati  merupakan sebuah perjalanan untuk menuju kebahagiaan bersama sang Kekasih. Badai datang silih berganti selalu mengiringi dalam setiap jejak cinta. Pahit manis dirasakan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Semua dijalani untuk menggapai cinta yang ada dalam hati.

Sebuah novel karya Yekti Sulistyorini, penulis asal Ungaran ini berisi 16 bagian yang mengisahkan berbagai percik-percik kehidupan untuk menggapai cinta sejati.  Cerita diawali dengan tokoh Aku yaitu Danurdara yang biasa dipanggil Danur. Ia anak pertama yang lahir dari keluarga biasa yang tinggal di pedesaan tetapi sang Ibu berusaha mendidiknya dengan baik.

“Bersikaplah sopan, selalu siap menolong , dan hormatilah orang yang lebih tua darimu. Jangan mengeluh tetapi syukurilah segala rejeki yang kamu dapat” tutur Ibu ( hal 4)

Tokoh aku, Danur tumbuh menjadi remaja yang pendiam ini mulai merasakan getar-getar cinta di SMA dengan gadis bernama Ratri. Seorang gadis pendiam dan selalu murung. Ia selalu dikucilkan teman-temannya karena ia anak seorang pelacur. Danur jatuh cinta dengan anak seorang pelacur. Hati Danur galau.

Diceritakan oleh Ratri, semenjak ibunya bercerai dengan ayahnya, hati Ibunya bergoncang apalagi ditinggal sang Nenek Ratri. Dari situlah Ibunya menacari pelampiasan dengan menjerumuskan diri dalam kehidupan malam. Hati Ratri sebenarnya ada getar-getar saat Danur mencuri pandang. Namun, ia yakin bahwa lelaki mana pun akan pergi setelah tahu dirinya. Hingga mereka pun lulus dan  terpisah sebelum mereka berkenalan.

Danur kuliah di Semarang. Bayang Ratri selalu hadir hingga ia menyandang sarjana. Hingga akhirnya ia bekerja di kota Solo. Walaupun belum tahu keberadaan Ratri, Danur merasa dekat. Benar juga, ketika Danur di Solo ia tahu keberadaan Ratri.

Pada suatu pameran, Danur bertemu dengan Ratri yang selalu di hatinya. Di situlah dua insan yang sebenarnya hanya menyimpan cinta itu bertemu. Baru kali itulah mereka berkenalan dan langsung akrab.  Namun, hatinya berontak ketika tahu ada lelaki lain yang dekat dengan Ratri yang bernama Wisnu. Hatinya cemburu ketika melihat Ratri bersama Wisnu. Pergolakan terjadi. Satu gadis diperebutkan dua lelaki. Akhirnya Ratri memilih berlabuh pada Danur.

Danur bahagia tetapi sebuah perjuangan harus dilaluinya karena harus berani menyampaikan pada orang tuanya dengan kejujuran. Benar juga orang tua Danur tidak setuju jika dirinya berhubungan dengan anak pelacur.

“Apa kata orang bila tahu berita ini? Mau ditaruh di mana wajah orang tuamu, Danur?” Itulah ucapan sang Ibu. (hal 123). Menurut Ibu Danur, masih banyak gadis cantik dan baik yang bisa jadi pendamping hidup. Mengapa gadis anak pelacur dipilih Danur. Pembelaan Danur yang mengatakan Ratri anak tak seburuk yang dibicarakan orang, tak membuat sang Ibu luluh. Hingga suatu hari Danur diperkenalkan oleh seorang gadis, anak teman ibunya. Banyak gadis yang disodorkan untuk Danur tetapi tak satu pun ditanggapi. Hal inilah yang menjadikan sang Ibu sakit tak berkesudahan.

Danur tak ingin menjadi anak durhaka dengan menyakiti hati Bapak Ibu. Namun,dirinya juga tak mau pisah dengan Ratri.  Sebuah keputusan diambil ibunya ketika Ratri diajak ke rumah. Ibu Danur tak merestui, beliau meminta Ratri meningglakan Danur. Danur lebih galau lagi saat mengetahui  Ratri telah meninggalkan dirinya serta orang tuanya. Sejak itu ruang hatinya hampa. Cintanya direnggut paksa.

Berbulan-bulan ia jarang pulang. Rasa sakit menghujam dada. Namun, ia pasrah pada Allah. Hingga akhirnya ia pulang bertepatan dengan  bulan Ramadan. Bulan penuh berkah dijalaninya dengan penuh kebahagian bersama keluarga. Sebuah kejutan bahagia hadir di saat lebaran. Ibu merestuti hubungan Danur dan Ratri. Suka cita tercipta. Rasa syukur tak terhingga. Setelah penantian panjang dan badai yang mengharu biru, kebahagiaan datang menyapa.

Sebuah perjuangan harus terus ada. Tak ada badai yang tak bisa diatasi. Saat menjemput kebahagiaan ada sosok wanita yang berusaha mendekati Danur. Karina yang merupakan teman lama hadir di hati Danur. Namun, Danur tak menanggapinya. Rasa cemburu Ratri hilang saat dijelaskan Danur. Gending Gebo Giro mengalun merdu. Sepasang pengantin tersenyum bahagia. Mereka menikah.

Novel ini dikemas dengan bahasa yang apik, mudah dipahami oleh pembaca. Selain diksi yang indah, ada sekelumit ilmu yang terselip dengan menghadirkan adat, budaya Jawa yang sarat makna.

 

Ambarawa, 26 Januari 2023 

 

 



Selasa, 17 Januari 2023

Kado Terindah di Hari Istimewa

dokumen pribadi 

            Hari itu 20 Desember 2022 adalah hari bahagia dan istimewa bagi kami. Genap 35 tahun kebersamaan mengarungi bahligai rumah tangga. Suatu kebahagiaan tersendiri ketika pas hari itu, lahirlah cucu kami tercinta. Bagaimana kelanjutan cerita lalu. Yuk simak ceritaku

            Sampai di rumah saya tetap memantau perkembangan anak menantu. Ternyata makin lama makin kontraksi walaupun masih berjarak. Badan sang menantu juga sudah lemas. Saya sarankan untuk makan mumpung belum begitu kencang. Jam demi jam makin terasa kencang.  Saya berusaha tenang namun kami tetap siaga. Sesuai rencana anak  tetap akan berusaha ke RS.  Ada rasa khawatir jika belum pembukaan 3 atau 4, rumah sakit belum bisa terima. Ya, bismillah semoga ada solusi terbaik agar BPJS bisa dimanfaatkan. Akhirnya siang  kami kembali menuju dokter Bambang , dokter kandungan langganan. Kami ingin  konsultasi sekaligus ngecek lagi.

            Kedua anak menuju ruang praktik. Kami memilih duduk-duduk di kursi panjang. Beberapa waktu kemudian anak mengabarkan bahwa dapat rujukan dari dr. Bambang untuk segera langsung menuju rumah sakit dengan catatan sudah ada rembesan. Rasa syukur tak terhingga bisa dapat rujukan. Akhirnya kami meluncur menuju RS dengan perasaan lebih tenang.  Anak menantu makin merasakan sakit. Dua puluh menit kami sampai di rumah sakit.

            Alhamdulillah langsung ditangani. Kemudian anak menantu dan suaminya menuju tempat persalinan di ruang Intan lantai dua.

            [Ibuk, ini Enik sudah di ruang persalinan. Tolong belikan pampers besar] tulis anak lewat WA.

            [Ya] jawabku kemudian langsung menuju toko yang berada di depan RS. Syukurlah ada barang yang dimaksud. Sesaat kemudian anak turun untuk mengajakku naik ke atas.

            “Ibu, di sini saja. Yang boleh masuk hanya suaminya,” ucap petugas yang duduk di kursi yang berada persis di depan ruang Intan. Saya tahu diri lalu duduk di kursi panjang. Sampai beberapa jam belum tambah pembukaan. Masih di angka satu. Hari telah sore. udara dingin mulai menyentuh tubuh. Badan rasanya lesu. Karena belum ada tanda-tanda segera melahirkan, saya dan suami pulang terlebih dulu untuk bersih-bersih badan. Nanti usai bersihkan badan kami akan ke RS lagi.

            Sampai di rumah, kami membersihkan diri dilanjutkan salat magrib. Saya terus memantau lewat WA anak. Usai membaca alquran saya buka WA.

            [Sudah buka 5]

            Sesaat hati gusar, berarti cepat sekali. Belum juga dijawab anak mengabarkan sudah buka 6,7 dan akhirnya 9. Segera malam itu kira-kira pukul 21.00 kami meluncur ke rumah sakit. Dalam perjalanan tiada henti saya bersholawat, berzikir dan berdoa semoga persalinan lancar. Kami susuri jalanan agak sepi karena malam sambil memantau terus HP. Namun, belum ada tanda-tanda lagi. Sesaat tak ada kabar. Hati dag-dig dug. Pas sampai pintu gerbang Rumah sakit HP berbunyi. Saat itu pukul 21.40 menit.

            [Alhamdulillah sudah lahir] tulis di WA anak

            Rasanya mak nyes di hati. Saya pun berulangkali mengucap Alhamdulilah Ya Allah. Terimakasih. Tangan rasanya dingin semua. Melahirkan secara normal amat membahagiakan kami. Kemudian anak minta dibelikan the hangat dan air putih kemasan. Usai ke warung, kami langsung naik ke atas. Si Ragil keluar dari ruang Intan. Saya peluk dia dengan rasa bahagia bercampur haru.

            “Selamat ya Nang, sekarang sudah jadi ayah,” ucapku lirih.

            “Terima kasih Uti,” ucap anak. Uti itu singkatan dari Mbah Putri. Anak-anak melafalkan dengan sebutan Uti untuk Mbah Putri, sedang Akung untuk Mbah Kakung.

            “Gimana cewek to? tanyaku meyakinkan. Anak ragil tersenyum dan mengiyakan. Kami pun bahagia luar biasa. Walaupun tak punya anak perempun, kini punya cucu perempuan. Tentu saja amat bersyukur. Apalagi bisa melahirkan secara normal.

            Saya tetap di luar bersama suami karena bayinya sedang dirawat. Kami harus menunggu. Beberapa menit kenudian foto bayi dikirim ke kami. Seorang bayi mungil terlihat di HP keluarga. Ingin rasanya segera masuk rungan untuk melihat langsung.  Karena tak boleh, saya pun Vicall dengan anak menantu. Saya ucapakn selamat padanya.

            Karena sudah tengah malam, kami pulang dulu dengan membawa ari-ari yang sudah saya siapkan wadah dari rumah. Kebahagiaan menyelimuti kami. Cucu ketiga lahir dengan selamat dan sehat dengan berat 2,4 kg. Bayi mungil kini menambah keluarga kami. Hadiah terindah pada usia pernikahan kami ke-35.  Alhamdulillah.

Ambarawa, 18 Ambarawa 2023

 

 

 

 

 

 

 

Jelang Kelahiran Cucu

                    dokumen pribadi 


            Sebulan sudah cucu lahir. Berbagai cerita ada di benak. Baru kali ini saya bisa menceritakan. Yuk ikuti cerita saat awal sebelum lahir hingga kini sudah sebulan.

            Kelahiran cucu konon melebihi kala mempunyai anak sendiri. Awalnya  saya  tidak percaya. Namun, kini hal itu dialami sendiri. Walaupun ini bukan cucu pertama, saya benar-benar ikut mempersiapkan diri. Selain persiapan mental agar selalu berdoa, saya berulang kali mengingatkan agar segala sesuatunya dipersiapkan dengan baik.

            “Nok, ayoo semua perlengkapan segera dimasukkan tas agar besok sudah terasa ada tanda-tanda melahirkan tinggal berangkat,” ucapku saat itu

            “Nggeh Buk, “ ucap anak menantu, Enik

            Tak lupa saya mengingatkan untuk anak ragil sebagai calon bapak. Baju, handuk, alat mandi agar segera dimasukkan. Tak segan saya mengecek dua tas. Mulai jarit, selendang, perlengkapan bayi mulai popok, girita, bedong, baju kecil. Kemudian untuk anak menantu juga dicek.

            “Bawa daster yang bukaan depan, pakain dalam jangan lupan ya Nok,” ucapku memanggil menantu dengan istilah Nok.

            Itulah caraku memperhatikan anak menantu yang akan melahirkan. Apalagi saat itu  sudah memasuki minggu ke-36. Jadi, nanti sudah perut mulas, ada plek merah, tas sudah siap. Saya pun lebih banyak berdoa agar persalinan lancar. Si Calon Bapak dan suami harus siap jika sewaktu-waktu terasa.

            “Surat-surat untuk syarat BPJS sudah Mas Yoga,” tanyaku agak cerewet. .

            “Sudah beres, foto copy KK, KTP sudah semua.”

            Kami sebagai orangtua tak berani pergi apalagi sampai menginap. Hingga akhirnya usia kehamilan sudah 37 minggu. Keluaga kami sudah siaga. Tak henti-hentinya saya mengingatkan agar tenang, jangan panik. Benar juga. Pagi sekali si ragil menemui kami  yang sedang duduk-duduk sambil minum teh hangat. Si Ragil tinggal di rumah bawah. Jadi hanya melewati kolam sudah sampai di rumah kami.

            “Asalamuallaikum,” sapa si Ragil.

            Kami serempak membalas salam lalu diam karena tampaknya anak agak serius.

            “Tenang-tenang,” ucapnya sambil menenangkan diri

            “Bapak, Ibu, ini tadi Enik sudah plek, perutnya juga sudah mules,” ucapnya agak sedikit gugup. Walaupun dirinya berulang kali mengucap kata tenang.

            Saya pun  tanggap bahwa itu tanda-tanda akan melahirkan. Segera suami mengajak turun untuk melihat kondisi langsung sang menantu. Benar juga, si Enik memegang perutnya terus. Akhirnya kami bersiap-siap.

            “Bapak segera persiapakan mobil, Ibuk nyiapkan barang-barang,” ucapku  pada suami

            Dua tas dijinjing segera saya masukkan mobil. Sambil mengingat-ingat apa saja yang perlu dibawa. Saya pun jadi ingat untuk membawa payung, bantal, tikar, kemudian minuman dalam botol. Tak lupa roti yang tadi untuk menemani teh hangat diambilnya untuk sarapan anak menantu.

            “Ini dimakan dulu, ini ada susu kedelai diminum juga,”  kusodorkan makanan dan minuman. Tak lupa selalu mengingatkan pada kedua anakku untuk bersholawat. Saya berusaha tenang dengan bersholawat dan berdzikir.

            Setelah semuanya siap, kami berangkat menuju rumah sakit KS yang tak jauh dari rumah. Di mobil, kami  berdoa terus. Alhamdulillah anak menantu bisa menahan sakit mungkin belum pembukaan banyak. Dua puluh menit kemudian kami memasuki rumah sakit yang megah. Tampak tempat parkir penuh. Segera kami  menuju ruang IGD. Ruang berkaca yang berada di depan sendiri. Selanjutnya saya  dan suami menunggu di depan ruang. Rasa deg-degan kembali terasa. Tak henti-hentinya berdoa semoga persalinan lancar.

            Beberapa menit kemudian anak ragil dan istrinya keluar dari ruang IGD. Lalu mengatakan jika masih belum pembukaan, dan disuruh pulang dulu. Malah dari pihak RS disarankan melahirkan di bidan saja. Wah… sudah pengen di RS kok disarankan gitu. Anak sudah mengurus segala sesuatunya agar bisa melahirkan di RS itu dengan menggunakan jasa BPJS. Akhirnya kami pulang.

Ambarawa, 18 Januari 2023