Sebulan sudah cucu lahir. Berbagai
cerita ada di benak. Baru kali ini saya bisa menceritakan. Yuk ikuti cerita saat awal sebelum lahir hingga kini sudah sebulan.
Kelahiran cucu konon melebihi kala
mempunyai anak sendiri. Awalnya saya tidak percaya. Namun, kini hal itu dialami
sendiri. Walaupun ini bukan cucu pertama, saya benar-benar ikut mempersiapkan
diri. Selain persiapan mental agar selalu berdoa, saya berulang kali
mengingatkan agar segala sesuatunya dipersiapkan dengan baik.
“Nok, ayoo semua perlengkapan segera
dimasukkan tas agar besok sudah terasa ada tanda-tanda melahirkan tinggal
berangkat,” ucapku saat itu
“Nggeh Buk, “ ucap anak menantu,
Enik
Tak lupa saya mengingatkan untuk
anak ragil sebagai calon bapak. Baju, handuk, alat mandi agar segera
dimasukkan. Tak segan saya mengecek dua tas. Mulai jarit, selendang,
perlengkapan bayi mulai popok, girita, bedong, baju kecil. Kemudian untuk anak
menantu juga dicek.
“Bawa daster yang bukaan depan, pakain
dalam jangan lupan ya Nok,” ucapku memanggil menantu dengan istilah Nok.
Itulah caraku memperhatikan anak
menantu yang akan melahirkan. Apalagi saat itu sudah memasuki minggu ke-36. Jadi, nanti sudah
perut mulas, ada plek merah, tas sudah siap. Saya pun lebih banyak berdoa agar
persalinan lancar. Si Calon Bapak dan suami harus siap jika sewaktu-waktu
terasa.
“Surat-surat untuk syarat BPJS sudah
Mas Yoga,” tanyaku agak cerewet. .
“Sudah beres, foto copy KK, KTP
sudah semua.”
Kami sebagai orangtua tak berani
pergi apalagi sampai menginap. Hingga akhirnya usia kehamilan sudah 37 minggu.
Keluaga kami sudah siaga. Tak henti-hentinya saya mengingatkan agar tenang,
jangan panik. Benar juga. Pagi sekali si ragil menemui kami yang sedang duduk-duduk sambil minum teh
hangat. Si Ragil tinggal di rumah bawah. Jadi hanya melewati kolam sudah sampai
di rumah kami.
“Asalamuallaikum,” sapa si Ragil.
Kami serempak membalas salam lalu diam
karena tampaknya anak agak serius.
“Tenang-tenang,” ucapnya sambil
menenangkan diri
“Bapak, Ibu, ini tadi Enik sudah
plek, perutnya juga sudah mules,” ucapnya agak sedikit gugup. Walaupun dirinya
berulang kali mengucap kata tenang.
Saya pun tanggap bahwa itu tanda-tanda akan melahirkan.
Segera suami mengajak turun untuk melihat kondisi langsung sang menantu. Benar
juga, si Enik memegang perutnya terus. Akhirnya kami bersiap-siap.
“Bapak segera persiapakan mobil,
Ibuk nyiapkan barang-barang,” ucapku
pada suami
Dua tas dijinjing segera saya masukkan
mobil. Sambil mengingat-ingat apa saja yang perlu dibawa. Saya pun jadi ingat
untuk membawa payung, bantal, tikar, kemudian minuman dalam botol. Tak lupa
roti yang tadi untuk menemani teh hangat diambilnya untuk sarapan anak menantu.
“Ini dimakan dulu, ini ada susu
kedelai diminum juga,” kusodorkan
makanan dan minuman. Tak lupa selalu mengingatkan pada kedua anakku untuk
bersholawat. Saya berusaha tenang dengan bersholawat dan berdzikir.
Setelah semuanya siap, kami
berangkat menuju rumah sakit KS yang tak jauh dari rumah. Di mobil, kami berdoa terus. Alhamdulillah anak menantu bisa
menahan sakit mungkin belum pembukaan banyak. Dua puluh menit kemudian kami
memasuki rumah sakit yang megah. Tampak tempat parkir penuh. Segera kami menuju ruang IGD. Ruang berkaca yang berada di
depan sendiri. Selanjutnya saya dan
suami menunggu di depan ruang. Rasa deg-degan kembali terasa. Tak henti-hentinya
berdoa semoga persalinan lancar.
Beberapa menit kemudian anak ragil dan istrinya keluar dari ruang IGD. Lalu mengatakan jika masih belum pembukaan, dan disuruh pulang dulu. Malah dari pihak RS disarankan melahirkan di bidan saja. Wah… sudah pengen di RS kok disarankan gitu. Anak sudah mengurus segala sesuatunya agar bisa melahirkan di RS itu dengan menggunakan jasa BPJS. Akhirnya kami pulang.
Ambarawa, 18 Januari 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar