Kupat
Opor Buatan Bunda (27)
Hari
masih pagi, teras belakang rumah sudah riuh dengan celoteh tiga cowok yang
sedang berlomba membuat kelontong ketupat. Bu Dian sudah mengajari berulang
kali tetapi mereka tak juga bisa.
“Kali ini aku pasti bisa,” ucap
Galih percaya diri.
“Aku pasti bisa juga,” sambung Yoga
sambil terus berkutik dengan daun kelapa yang diberi Bapak pedagang tadi. Bu
Dian hanya memperhatikan saja dari dapur karena sedang menggoreng kentang.
Ternyata sampai kentang matang mereka belum bisa juga. Akhirnya Bu Dian
mengajari lagi. Secara perlahan mereka memperhatiakan langkah-langkah membuat
kelontong ketupat.
“Horrre aku bisa, nih Bunda dicek
benar tidak?” seru Arif sambil lonjak-lonjak.
“Keren, tetapi ini dirapatkan agar
beras untuk isi tidak tumpah.”
“Siap,”
‘Aku diajari dong Mas!” pinta Galih
dan Yoga. Ketiga anak pun saling belajar membuat kelontong ketupat. Mereka pun
bangga ketika bisa membuat kelontong walaupun belum rapi. Bu Dian pun
merapikan.
“Sekarang bantuin apa lagi Bund,
kami siap lho,” ucap Arif yang telah selesai membuat kelontong. Bu Dian pun
senang ketika dibantu ketiga anakknya.
“Oke, sekarang kelontong ini diisi
ya, nih berasnya sudah Bunda cuci bersih,” ucap Bu Dian sambil meletakkan beras
yang telah ditiriskan.
“Ini ya, diisi dengan sendok ini
sampai separuh, jangan lebih,” jelas Bu Dian
“Kalian harus cuci tangan dulu lho!”
Bertiga memasukkan beras dalam
kelontong ketupat. Jika sudah terisi Bu Dian ngecek agar pas lalu diikat
lima-lima. Hanya beberapa menit kelontong sudah terisi. Selanjutnya dimasukkan
dalam panci besar yang sudah ada air yang mendidih. Secara perlahan anak-anak
itu membantu memasukkan dalam panci sampai kelontong yang sudah ada isinya
terendam.
“Nah, kita tunggu sampai seperempat
jam, trus matikan, ayo lihat pukul berapa sekarang?”
“Pukul 10.00,” seru Yoga sambil
memandang arloji pada dinding.
“Oke, nanti pukul 10.15 kompor
dimatikan dan panci tidak boleh dibuka selama 30 menit. Setelah itu nyalakan
kompor lagi selama 15 menit!”
Ketiga anak itu memperhatikan
memasak ketupat dengan cepat yaitu dengan model 153015 maksudnya lima belas
menit awal lalu matikan selama tiga puluh menit dan terakhir nyalakan kompor
lagi selama 15 menit.
“Berarti Cuma 30 menit dimasak ya
Bund?”
“Ya, tetapi usai 15 kedua didiamkan
dulu baru matang,” jelas Bu Dian. Setelah sesuai dengan petunjuk ketupat pun matang.
Siap ditiriskan biar dingin.
“Masya Allah cantiknya, pas ini
ketupatnya,” ucap Bu Dian sambil membelah ketupat yang sudah dingin.
“Iya bagus, nanti malam kita bisa makan
enak nih,” seru Galih dengan senangnya.
Bu Dian pun mulai memasak opor dan
sambel goreng. Sementara Arif dan kedua adiknya membantu menyembelih ayam di
belakang rumah.
Bumbu-bumbu sudah disiapkan sejak
semalam. Jadi hari ini tinggal memasak. Sementara kelapa juga tinggal peras.
Bau harum mulai menguar ketika Ibu tiga anak itu menumis bumbu.
“Hemm enak ya, kapan ya selesai opor
ayamnya,” guman Arif.
“Ya, ayamnya saja beru disembelih,”
ucap Arif sambil memegangi kepala ayam sambil memejamkan mata.
“Gak udah takut, yang utama kita
sudah mengucap bismillah saat menyembelih,” ucap Ayah dengan tenang. Bertiga
mereka membantu mencabuti dua ekor ayam setelah dicelupkan dalam air panas.
Canda tawa sambil membantu ayahnya. Tak lama kemudian dua ekor ayam dimasak.
“Yuk, salat dhuhur dulu, setelah itu
bantu Bunda bersih-bersih,” ajak Ayah Cahyo sambil mengambil air wudhu. Ketiga
cowok itu pun mengikuti saran ayahnya. Lalu mereka tidur. Usai mandi dan salat
asar, mereka mulai menata berbuka bersama terakhir karena besok sudah lebaran.
Arif membantu mengambil piring lalu
diletakkan di meja. Sedangkan Bunda mereka sudah menata opor ayam di atas meja
makan. Azan berbunyi, mereka berbuka bersama dengan menu istimewa yaitu ketupat
opor.
“Hemm ketupat opor ayam buatan Bunda
memang enak ya?” puji Pak Cahyo sambil menikmati lezatnya ketupat opor.
“Betul Yah, tak ada duanya deh,”
sambung Galih
“Mari kita selalu bersyukur atas
nikmat hari ini. Alhamdulilah kita sudah melaksanakan puasa dengan lancar!”
“Hayoo yang batal puasa siapa, besok
usai lebaran,” tanya Bunda Dian. Mereka pun saling pandang lalu tertawa bersama
karena saling ejek tetapi dalam suasana gembira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar