Minggu, 16 April 2017

Tunggu Aku Di Sini ( Cerpen)


Gambar diambil dari www.geraldirizki

Sudah hampir setengah jam Rara duduk sendiri di bangku panjang pojok terminal Ambarawa. Dingin. Hujan yang mengguyur siang itu tak menyurutkannya untuk bertemu dengan teman barunya. Ya Rara siswa baru kelas 1 SMA itu harus menemui Ridho, cowok   ganteng yang terkenal dengan sebutan cowok bandel. Ridho menjanjikan meminjamkan novel yang akan dijadikan tugas untuk membuat resensi. Sebenarnya banyak temannya yang menasihati agar ia tak dekat-dekat dengan Ridho. Namun semuan ocean temannya tak masuk di hati. Baginya asal kita berbuat baik, temannya juga baik.
Berkali- kali ia buka HP-nya, tak ada kotak masuk apa pun. Berkali-kali pula ia menghubunginya, tetapi tak juga diangkat panggilannya. Ia jengah. Bosan. Ia tengok kanan kiri juga tak ada orang yang menemuinya. Entah sudah berapa kali ia menghitung bus keluar masuk  terminal. Koran yang ia beli sudah lusuh karena dibolak balik  Bibirnya kering. Bau gorengan dari warung dekatnya telah  menusuk hidungnya dengan aroma menggoda. Membuat  perut gadis berwajah imut itu berdendang.
Hatinya mulai teracuni dengan ocean temannya tempo hari. Huh bengsek. Gumamnya sambil melangkah gontai tinggalkan terminal. Wajahnya berlipat. Disaruk-saruklah batu sebesar kelereng di depannya. Kesal. Cowok zaman sekarang memang gak ada yang dipercaya.
Gerimis tiba-tiba datang. Koran baru ia tudungkan di atas kepalanya. Beberapa langkah sampailah ia di depan gedung bercat kuning. Banyak orang yang berteduh di situ. Awan hitam tebal menggantung di langit. Sebentar kemudian hujan deras pun datang. Rara kedinginan berdiri di antara orang yang juga berteduh. Ia kibaskan koran yang agak basah lalu ia buka koran itu. Dan saat dibuka, tiba-tiba ada cowok yang ikut nimbrung membaca koran yang  dipegangnya.
Koran baru ya Mbak? Deg Rara menoleh ke suara di belakangnya.
Mbak ... ditanya kok diam saja?”
Eh… iya, mau pinjam ya?” jawab Rara sekenanya sambil melirik cowok yang lumayan ganteng.
Enggak kok, aku sudah baca  tadi di dalam,” tangan cowok berambut cepak itu menunjuk ke belakang.
Di dalam?” Rara menoleh gedung belakangnya melihat papan nama yang terpampang jelas di dinding atas. “Perpustakaan?” tanyanya dalam hati. Hatinya berbunga karena dari dulu saat masih tinggal di Klaten ia selalu pergi ke perpustaan daerah. Namun, beberapa bulan tinggal di Ambarawa belum tahu jika ada perpustakaan, yang merupakan tempat hiburan bagi dia.
Yuk masuk saja, nanti Mbak dapat pinjam buku atau baca koran baru. Koran yang basah dibuang saja atau letakkan di sini nanti biar kering sendiri,” ajak cowok berkaus gambar bola.
“Eh iya,” katanya gugup. Kebetulan ia akan mencari novel untuk bahan tugas membuat resensi Akhirnya Rara dan cowok tadi masuk ruang. Setelah menulis data pengunjung mereka masuk beriringan masuk ke perpustakaan yang pengunjungnya lumayan banyak.
Senyum tersungging di bibir gadis kelas 1 SMA itu, benar-benar kejatuhan bintang. Impiannya untuk bergelut dengan buku kembali terisi setelah vakum beberapa bulan. Hem kalau tahu dari dulu ia tak usah repot- repot minjam pada temannya itu.
“Hem,  cowok brengsek !!”
“ Siapa yang brengsek, Mbak?”
Ah enggak kok… .” Rara tersipu, tak diduga ucapannya terdengar oleh cowok yang baru dikenalnya itu sambil melirik Rara. Hati Rara terkesiap sejenak melirik pemuda yang teduh, sopan itu.
Yuk ... carikan aku novel ya? Rara mengalihkan pembicaraan. Akhirnya mereka berdua dengan mudah menemukan novel karena berpuluh-puluh novel tertata rapi di rak paling depan. Mereka  lalu duduk sebangku di sudut perpustakaan.
Eh maaf kita belum kenalan, namaku Tommy dan kamu?” cowok itu mengulurkan tangannya.
Aku Rara…,”
Kamu… ,“ Mereka berbarengan ngomong sehingga keduanya malah diam semua. Akhirnya Rara  mengawali berbicara “Kamu sering pergi ke sini ya?”
Ya, tiap hari Sabtu Insya Allah aku ke sini untuk membaca koran dan buku lain tuk  referensi tulisanku.”
Oh jadi Mas Tommy  ini penulis, ya?
Ah gak juga cuma senang nulis saja,”
Iya tuh  namanya juga penulis,”
Walau baru sebentar mereka kenalan, tampak keakraban sudah terlihat. Rara tak sungkan-sungkan bertanya tentang resensi. Tommy pun mengajarinya secara singkat. Pembicaraan menjadi hangat. Ternyata mereka mempunyai hoby yang sama yaitu membaca. Rara benar-benar bersyukur dapat ilmu yang banyak dari teman barunya. Tak terasa perpustakkan sudah hampir tutup. Mereka memutuskan pulang. Beriringan mereka keluar setelah meminjam dua novel dengan menggunakan kartu teman barunya karena ia sendiri belum punya kartu. Mereka pun berpisah.
Kutunggu besuk Sabtu siang di sini ya,” Tommy melambaikan tangan. Rara mengangguk dengan senyum mengembang. Sesaat Riri ingat akan Ridho. Dibukanya HP. Ternyata tak juga SMS masuk atau penggilan dari Ridho. Rara sekarang jadi yakin jika cowok itu benar tak bisa dipercaya.
***
Ridho masih berdiri mematung di depan Gedung Pemuda Ambarawa setelah beberapa jam menunggu Rara. Di samping warung bakso ia mendekap dua novel. Pandangannya tak lepas pada gedung di seberang jalan. Ia tadi melihat Rara masuk perpustakaan. Sebenarnya bisa saja ia menyusul tapi tidak mungkin dengan baju basah masuk ruang perpustakaan.
“Ridho ... kau di sini, kenapa, tahukah, aku nunggu hampir pingsan  tahu, sudahlah aku tahu siapa dirimu kau memang brengsek,” tanpa bertanya Rara menceracau tanpa jeda. Ia kehilangan kendali. Tak peduli banyak orang menatapnya dengan penuh tanda tanya.
“Rara ... tunggu, dengarkan penjelasanku, ini buku pesananmu sudah kubawakan. Dan aku sudah dua jam menunggu di sini, maafkan aku karena ....”
“Sudahlah jangan banyak alasan, simpan baik-baik novelmu itu, aku sudah dapat novel yang kalah lebih bagus dari novelmu yang dekil dan kotor itu.” sanggah Rara sambil pergi tinggalkan Ridho.
Kata-kata Rara menohoknya, membuatnya hatinya tercabik-cabik. Ridho pun pulang dengan sejuta luka merambat memenuhi hatinya yang kian berat. Ia jadi ingat kata-kata ibunya bahwa kesabaran akan membawa kedewasaan diri. Ia letakkan novelnya, bergegas menemui Ibunya yang terbaring sakit. Berkali-kali ibunya dibujuk untuk dibawa ke rumah sakit namun tak juga mau karena biaya.
Esok harinya, Ridho tidak masuk sekolah karena ia harus mengantar ibunya ke rumah sakit karena pagi setelah salat subuh ibunya pingsan. Ia pun SMS pada Budi, teman sebangkunya untuk menyampaikan pada wali kelasnya agar mengizinkannya sekaligus untuk menyampaikan kata maaf pada Rara.
Rara pun jadi menjadi merasa bersalah setelah diberitahu Budi perihal keterlambatan Ridho menemuinya kemarin. Sepulang sekolah ia bergegas menemui Ridho di rumah sakit. Betapa kagetnya  setelah ia sampai di rumah sakit, Ridho dan Tommy sedang bercakap-cakap akrab sambil membawa novel pinjaman dari perpustakaan.
“Ridho ... maafkan saya. Mana novelnya kemarin, yuk besuk kita sama-sama ke perpustakaan ya?” ucap Rara sambil menerima novel dari Ridho.

Selesai

baca juga: Kiat Hadapi Ujian Nasional



9 komentar: