Malam
Takbiran (27)
Takbir
berkumandang jelas dari masjid-masjid. Suaranya menyentuh hati. Arif, Galih,
Yoga sibuk dengan obor yang akan dibawa saat takbiran. Mereka amat senang
karena bisa ikutan takbiran setelah lama tidak ada karena pandemi.
“Mana sih oborku?” tanya Yoga sambil
membawa senter untuk mencari obor. Ia agak risau karena belum menemukan obor
yang dicari.
“Coba dicari dulu lagi mungkin lupa
meletakkan,” ucap Bu Dian pelan yang ikutan mencari. Namun beberapa menit
kemudian, ia dipanggil oleh kakaknya untuk diajak berangkat.
“Obornya belum ketemu, tunggu dulu
Mas,”
“Lha obornya di sini kok ini sudah
aku ambilkan!” teriak Galih.
“Huuu kok gak ngomong sih, nih lho
Adikmu mau nangis mencarinya.”
Galih tertawa saja ketika ibunya
menegurnya. Akhirnya ketiga anak Bu Dian berangkat menuju masjid. Galih dan
Yoga telah memegang obor sedangkan Arif tidak membawa apa-apa.
“Mas, nanti ikutan keliling kan?”
“ya, Mas Arif nanti ikut dorong
replika masjid.”
Masjid At’Taqwa sudah penuh dengan
anak-anak yang siap untuk takbiran. Kurang lebih ada 60 anak-anak. Ada yang
membawa obor, membawa corong pengeras suara ada replika masjid. Suasana masjid
tampak ramai.
“Ayo berbaris, sebentar lagi kita
berangkat!” ajak Pak Juli sambil mengarahkan agar anak-anak menuju barisan. Barisan
pun lumayan panjang. Obor menyala berpendar memancar ke segala arah.
Gema takbir terus terdengar
mengiringi perjalanan anak-anak. Jalan kampung pun ramai. Mereka tersenyum
bahagia menyambut lebaran. Barisan pun lumayan panjang. Selain anak-anak, para
remaja dan orangtua pun ikut bergabung.
Allah hu Akbar
Allah hu Akbar
Allah hu Akbar
Walilillah Ilham
Iring-iringian anak-anak berjalan
menuju jalan kampung Kaliputih lalu sampai jalan raya. Yoga dan Galih tampak
senang dengan obornya. Tiba-tiba Galih menyalip teman-temannya maju barisan
depan. Obor tetap dipegang dengan tangan kanan. Sikap usilnya mulai dilakukan
dengan menyenggol temannya. Tak lupa adiknya Yoga. Tentu saja hal ini membuat
teman dan adiknya kesal.
“Galih, apa-apaan sih, barisanmu
mana?” tegur Arif kakaknya yang tahu adikknya selalu usil.
“Weee wee,” balas Galih sambil
menjulurkan lidahnya.
“Hus kamu tuh di belakang, bukan
sini!” bentak Dito, teman sekelas Galih.
Kegaduhan tak terelakan lagi. Walaupun
begitu takbir keliling tetap lancar walaupn sedkit berisik. Hal ini langsung disikapi
Pak Juli selalu koodinator. Galih ditarik ke belakang tanpa banyak bicara.
“Sudah kamu di sini saja bareng saya!”
ucap Pak Juli tegas. Galih pun cengar cengir menuruti ajakan Pak Juli. Teman-temannya
menertawakannya.
“Syukurin!” seloroh Yoga.
“Sudahlah tertib semua ayoo terus bertakbir!”
seru Pak Yuli sambil berjalan.
Alhamdulillah, kini anak-anak tertib
hingga sampai masjid yang merupakan titik akhir. Seolah tak ada permasalahan tadi.
Mereka mematikan obor dan istirahat di depan masjid. Minuman dan snack siap disantap
dengan penuh kebahagiaan.